Ramadhan Merindu

Alangkah indahnya hidup ini,
Andai dapat ku tatap wajahmu,
Kan pasti mengalir air mataku,
Karena pancaran ketenanganmu.
(Raihan – Ya Rasulullah)

IMG-20200317-WA0044

Kokondut lelah saat merindu

 

Lalu siapalah aku, yang mengharap kau sambut di al-haudh mu..
Semoga rindu ini tak palsu..
Pasalnya, 1400an tahun sepeninggalmu, datanglah aku yang mengaku ummatmu..
Namun seringkali men-sunnahkan sunnahmu.

Pada hembusan nafas terakhirmu, rindu itu bermula
Detik ini pun rasanya masih segar menggema
Namun pendar dunia sering membuatku terlupa
Bahwa rindu ini harus dibalas tuntas tanpa sisa

Bilapun pandangan ini tak mampu menjangkau sosokmu,
Bila Allah tak mengizinkanku memangkas rindu ini dengan temu,
Kuharap rindu ini tetap tunai paripurna.
Tak apa, meski hanya melihat bayangmu dari pantulan telaga
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

~inspired by: Anis Afriana

WEJANGAN PAKDHE

Well. Untuk perhatian aja nih sebelumnya, tulisan hari ini bakalan panjang bin luuueebarrrr… pake bangetttt… dan kayanya ga bakalan ada basa basi kali ini.

Baik. Selamat membaca.

DI  SELA  KISAH

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari Muslim).

Ghibthoh secara hakikat itu dilarang dalam Islam. Namun nabi, mengecualikan 2 ghibthoh seperti hadits diatas:

  1. Kepada yang memiliki harta kemudian berinfaq dengannya
  2. Kepada yang berilmu kemudian mengamalkan dan mengajarkan

Beberapa waktu lalu, pengurus mengupdate hasil pengumpulan donasi Yayasan Karya Adi —yayasan sosial pendidikan yang penulis ikuti. Ya ceritanya penulisnya coba-coba jadi relawan gituuu hihi. Nah ianya didirikan sejak awal tahun 2015 di Wonogiri.

Pengen tau hasilnya ngga..? Masyaa Allah… Ada yang masih 0 (belum ada yang donasi melalui salah 1 relawan tersebut). Ada yang ratusan ribu, ada yang sejuta dua juta, tapi ada juga yang mampu mengumpulkan hingga total 19 juta….sendirian…masyaa allah…tabarahullah…

Ketika saya membaca update itu, jujur, iri dengan saudara kita (relawan tersebut) yang mampu mengumpulkan donasi sebesar itu… 😔.. Sedangkan saya masih jauh dr itu….

Bukan apa apa…. Saya hanya ingat ini Ramadhan… Bahkan ia sudah terlihat berkemas meninggalkan kita….

Allah menyebut Ramadhan, di dalam Al Quran hanya dengan:

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍۚ

… beberapa hari tertentu….

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍۚ

Kata para ulama, itu merujuk pada waktu yang sangat singkat, tidak panjang, dan akan mudah terlenakan…

Dengan pengingat itu seakan Allah ingin menasehati kita, bahwa “Bersungguh sungguhlah beramal, karena Ramadhan itu sangat singkat dan AKAN SANGAT MUDAH BERLALU, bahkan kau tak akan sadar“..

😢

Saya ingat ayat ini, kemudian ingat….Apa amal yang sudah saya maksimalkan di Ramadhan ini?? Sudahkah amal saya ada yang maksimal..?

Mana ada? Tilawah biasa saja, Qiyamul lail juga tak ada yang lebih. Sedekah??? Halah. Apalagi itu….

Ketika saya membaca nominal 19juta itu….pikiran saya hanyut, kemudian berfikir….. Masyaa allah sedulur ini, mendapat kemuliaan sedekah sebesar 19 juta….

Kenapa begitu?? Kok bisa dikatakan dia mendapat pahala sedekah padahal dia hanya mengumpulkan donasi? Ya… karena Rosulullah bersabda dalam salah satu haditsnya…

من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893).

Bukankah saudara kita ini menunjuki manusia jalan untuk bersedekah, mengajak mereka menginfakkan hartanya di dalam setiap program santunan yatim…? Bukankah akhirnya mereka bersedekah untuk buka puasa dhuafa? Bukankah akhirnya mereka bersedekah untuk anak yatim?? Bukankah mereka sedekah untuk meringankan kesusahan saudaranya?? Masyaa Allah…

Maka, saudara kita ini, 19 juta..

Berapa banyak buka puasa yang bisa di tanggungnya, berapa saja anak yatim yang akan tersantuni, berapa keluarga yang akan mampu makan dengan donasi itu?? Dan semuanya…semua keutamaan itu dia mendapatkan, tanpa mengurangi pahala orang yg dia ajak berdonasi…. Bukankah kita seharusnya iri?? Ketika ada saudara kita begitu bersemangat mengumpulkan pundi-pundi amal…

Sedangkan kita hari ini??

waktu-kehidupan jam

Taken from: minanews.net

Beramal  Cerdas

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (QS. Al-Munafiqun : 10)

Mengapa dia tidak berkata, “supaya aku dapat mengerjakan umrah” atau “supaya aku dapat shalat ” atau “supaya aku dapat berpuasa”? Seorang ulama berkata, “Tidaklah seseorang yang telah mati itu menyebut untuk bersedekah melainkan karena kehebatan pahala yang telah dilihatnya selepas kematiannya.”

Beberapa waktu belakangan, sebagian masyarakat Indonesia dikejutkan dengan meninggalnya salah satu seniman Indonesia, yang di elu-elukan hampir sebagian besar bangsa ini. Kata keluarga dia meninggal tanpa penyakit, tak ada riwayat sakit sebelumnya. Apapun itu,  dia dirawat, pagi itu…dan meninggal pagi itu juga. Dia meninggal dalam keadaan diujung ketenarannya. Hartanya banyak. Sekali manggung ratusan juta dia dapat. Tapi akhirnya..?? Bukankah semua ditinggalkan?? Bahkan mungkin dia pun tak sadar bahwa pagi itu adalah pagi terakhirnya di bumi. Andai tahu, pasti dia akan mensedekahkan semua hartanya… SEMUANYA. Untuk bekalnya menghadap Allah pagi itu.

Tapi… Itu adalah bagi dia, atau siapapun yang punya harta banyak untuk sedekah….

Maka…kalau kita mengandai…

Kalau pagi ini kita dipanggil Allah, dan kita tahu itu…

Maka apa yg akan kita lakukan untuk bekal menghadap Allah pagi ini??

Kita sadar harta kita terbatas. Waktu kita pun terbatas. Umur kita juga terbatas. Maka beramalah dengan cerdas. Agar setiap keterbatasan itu tetap kita mampu melewati dan menebusnya… Tak membuat kita juga terbatas amal.

Kita tahu amal terbaik di malam hari di Ramadhan itu QIYAMUL LAIL. Kita tahu ulama bersungguh sungguh tilawah dan meninggalkan banyak hal demi BERTILAWAH. Kita tahu ramadhan adalah bulan SEDEKAH, dan sedekah terbaik itu diramadhan… Tapi bahkan di 3 hal itu kita terikat dengan keterbatasan diatas tadi (terbatas harta, waktu juga umur).

Maka BERAMAL CERDASLAH. Amalkan, amal-amal yang mulia itu  semaksimal kemampuan kita. Kemudian ajak orang lain mengamalkannya. Ajak orang lain memperpanjang qiyamul lail, semangati orang lain bertilawah, dan ajak orang lain bersedekah. Dengannya kita akan melipat gandakan pahala kita. Memanjangkan amal kita melebihi umur kita.

Kita 1 orang, kita qiyamul lail sendirian, maka hanya akan mendapat pahala 1 orang Qiyamul Lail. Tapi dengan mengajak yang lain, 1 malam kita akan mampu memiliki SEPULUH, SERATUS, hingga SERIBU PAHALA qiyamul lail…

Kita bertilawah semalam mungkin hnya mampu 1 juz, dan kita dicatat dan dimuliakan dengan 1 juz itu, tapi dengan menyemangati yang lain untuk ikut bertilawah di malam itu, maka kita akan dicatat pahala tilawah dengan 2 juz, 3 juz, bahkan mungkin 100 juz dalam semalam…

Kita sebulan ini hanya mampu bersedekah segenggam kurma, kita hanya mampu mengajak satu dua orang berbuka… Tapi dengan mengajak banyak orang untuk bersedekah, kita bisa saja mendapat pahala sedekah, yang bahka bila kita mengumpulkan uang kita di saku, dompet bahkan tabungan masih tak senilai dengan jumlah sedekah mereka…dan kitapun mendapat pahalanya dari sana… TANPA SEDIKITPUN MENGURANGI PAHALA ORANG YANG MELALUKAN KEBAIKAN TERSEBUT.

Bukankah ramadan ini hanya singkat?? Bukankah yang singkat itu kita harus cerdas mengisinya?

Maka… Masih ada waktu… Tidak sampai sisa separuh bulan. Tebarlah kebaikan, ajak sebanyak banyaknya orang untuk menghidupkan malam, untuk bertilawah, untuk bersedekah… Dan…. Berkobarlah untuk setiap amal itu.

Membenah

Kala itu 15 Ramadhan..

Cahaya purnama menyibak awan, menunjukkan kehangatan. Menyinari dedaunan, menampakkan sendi sendi kebahagiaan. Menemani perjalanan malam, mengantarkan rasa sedih… bahwa separuh bulan telah berlalu….

purnama

purnama Ramadhan 1441 H di kontrakan Pacitan

Ramadhan… Datangnya tiap hati menyambut. Hadirnya semua menyaut. Tibanya semua hati terhanyut. Kini separuhnya telah berjalan, dan sebagiannya telah pergi… Tak akan terulang, tak akan kembali….

Bila hari-hari yang berlalu itu penuh dengan taubat dan amal-amal dalam taat…. maka berbahagialah…

Sebaliknya… Bila yang berlalu itu hanya sebatas lapar dan dahaga… maka bersedihlah….

Lembaran telah terlipat, pena telah mengering….

Lalu bagaimana bila semua berjalan, terlewati, dan ditinggalkan, dengan kegagalan, dengan amal yang tak maksimal, namun hati seakan tak merasa kehilangan, hati datar tak ada sedikitpun rasa kecewa??

Maka…. Ketahuilah…

Musibah terbesar umat ini, sudah diturunkan pada hatimu….wal iyyana’udzubillah..

Dari beberapa tulisan ulama pakar hati, dalam kumpulan tulisan mereka, mereka menunjukkan pada kita, bahwa seakan mereka mengatakan: Akan senantiasa masih dalam kebaikan umat islam ini, selama mereka memiliki 2 hal

  1. SIFAT TAK MAU DIKALAHKAN DALAM KEBAIKAN
  2. SIFAT PENYESALAN

Sifat yang pertama akan membuat mukmin senantiasa mengejar sahabatnya, temannya, saudara dalam kebaikan-kebaikannya. Dia akan merasa terus dahaga akan amal, haus akan kebaikan, dan lapar akan ridho Rabbnya. Dia tidak rela, ada orang lain yang lebih dicintai Rabbnya dibandingkan dengan dirinya.. Dia tidak terima bila ada manusia yang lain, yang mampu duduk lebih baik disisi Rabbnya…

Rasa ini…. Menjadikan dia terjaga dalam semangat, menjadikan dia tak pernah merasa tinggi diri dalam amal..

Sifat yang kedua, akan menjadikan dia orang yang senantiasa mampu memuhasabahi diri… Kalaupun dia orang yang tak memeiliki sifat yang pertama, maka sifat kedua ini akan menjadikannya hamba yang senantiasa mampu memenuhi kendi-kendi amalnya dengan istighfar….

Dia tahu dia lemah dalam ibadah. Dia tahu dia tak sekuat saudaranya dalam amal. Dia tahu dia tak semampu sahabatnya dalam sedekah.

Mungkin dia orang yang sedikit berdiri, singkat ruku’, dan sebentar dalam sujud….

Mungkin dia orang yang hampir tak pnya waktu untuk banyak bertilawah. Lisannya belum mampu berujar cepat melantunkan kalimatNya, matanya belum bisa menahan untuk tidak memejam, karena kantuknya….

Mungkin dia orang yang sedikit harta, hingga sedikit sedekahnya, atau terbatas simpanannya, sedangkan besar kebutuhannya…

Namun,…dia selalu menyesal karena tak mampu melakukannya…

Dia selalu bersedih atas lemahnya diri…

Dia selalu kecewa atas sedikitnya amal….

Setiap hari dia bersimpuh, dia menangis, dia mengaduh, memohon ampun pada setiap kelalaiannya itu, di hadapan RabbNya… dihadapan kekasihnya…

Maka demi Allah..

Dia tetap mulia…

Dia tetap menjadi yang terbaik memperlakukan ramadhan. Dan Insyaa allah dia termasuk hamba yang terampuni….

Ada satu doa dari nabi, yang diikuti matan panjang dalam haditsnya. Kurang lebih kisahnya:

Pada satu waktu Rosulullah berada di giliran rumah ibunda Aisyah. Ditengah malam yang sunyi, nabi terbangun, beliau berwudhu, kemudian beliau berdiri solat. Ibunda Aisyah, memandangi beliau dengan khusyuknya solat nabi ini. Dan itu kebiasaan ibunda tercinta kita ini. Beliau wanita yang mampu menjadikan setiap yang dilihatnya dari nabi menjadi riwayat, dan menjadi amal solihnya ketika umat Islam mengikuti riwayatnya….

Seperti kebiasaan nabi ketika bertemu dengan Khalil nya…kekasihnya… Beliau selalu menangis terisak… Sesenggukan hingga jenggot, bahkan tanah dibawahnya basah oleh air matanya. Beliau berdiri dengan terisak, ruku dengan terisak, hingga duduk tahiyat pun beliau masih terisak…😭

Namun ada yang berbeda dibanding doa-doa yang dilantunkan nabi dalam solat ini. Ibunda Aisyah mendengarkan kalimat demi kalimat nabi, yang membuat ibunda Aisyah bertanya-tanya dalam hati… Dan nabi semakin terisak dengan bacaan ini, nabi semakin sesenggukan dengan doa ini…

Apa yang beliau baca itu hingga mampu membuat beliau begitu semakin khusyuknya, sedangkan beliau sudah khusuk sebelumnya??

Maka mari kita dengarkan tuturan ibunda Aisyah sendiri tentang apa yang beliau lihat dan dengar ketika itu…

“Satu waktu aku mendengar nabi berdoa :

اللهمّ حاَسِبْنِي حِسَابًايَسِيرًا

Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah…

Kemudian aku bertanya kepada nabi : “Wahai Nabi Allah, apakah maksud dengan hisab yang mudah (ringan) itu?” Beliau menjawab: “Yaitu Allah melihat ke dalam kitabnya dan Dia memaafkannya begitu saja. Sungguh orang yang diminta pertanggungjawaban hisab, hai Aisyah, maka dia akan binasa.”

Saudariku apakah kalian mampu menangkap percakapan ini??

😢

Ibunda Aisyah bingung, kenapa nabi harus meminta hisab yang ringan, hisab yang mudah…? Bukankah semua akan dihisab, semua akan dihitung, kenapa harus meminta agar diperingankan?? Maka kemudian Aisyah tahu jawabannya dari percakapan nabi, bahwa setiap mukmin yang dipermudah hisabnya…. Allah akan melihat catatan amal kita, dan Allah memaafkannya begitu saja… Allah tak mempermasalahkan, Allah ringan memaafkan dosa kita, Allah ringan menerima setiap amal kita… MasyaaAllah… Begitu banyaknya dosa, tapi Allah membiarkannya begitu saja.

Dan di kalimat lain, siapapun yang dibuka kitab amalnya, kemudian Allah melihatnya, Allah menghitungnya, Allah menelitinya, maka demi Allah…. DIA AKAN BINASA…

Dia akan dipersulit, dia akan diperiksa, dan semua nya tentu jauh dari pemaafan Allah dan dekat dengan kemurkaan dan azabNya…Wal iyya na’udzubillah…

Maka para pembaca, bersama tenggelamnya mentari sore ini, bersama kita akan mengakhiri hari ke-17 Ramadhan kita tahun ini… (btw apa kabar tilawah? Sampe juz berapa? Hiks.)

Semoga kita tak di beratkan hisab kita atas perlakuan kita pada ramadhan tahun ini… Semoga kita termasuk hamba yang dimudahkan hisabnya karena kita telah memuliakan ramadhan tahun ini…

Dan.. Semoga menjelang berlalunya 10 hari kedua Ramadhan ini, mampu menjadikan amal kita lebih baik, hati tersulut, jiwa membara, semangat terkobarkan… Amiiin….

Saatnya membenah. Segeralah berbenah.

lesson pict

Taken from: insidermonkey.com —–finally, wejangan Pakdhe diakhiri dengan isak. Alhamdulillaah.. terimakasih, Pakdhe…

S.N.H

 

Selingan Lisan

Every day comes with all the way new hopes, new plans and new opportunities. We all get new challenges with every new day.

Jadi ngga ada salahnya start our day with a smile and positive attitude towards all the people. Cz, insyaaAllh it can surely make our day better. 🐣
Semoga hari ini niat2 baik dimudahkan, dan kemalasan dijauhkan sejauh-jauhnya.
Yooooshhhh!!!

Tilawah yok tilawaaaaahhhhh!!!!!
Ehehhee.. nyemangatin diri sendiri Nets, ceritanya..

Screenshot_20200424-070133

 

Udah sholawat hari ini..?
Senyum dolooo~ 😄

9 Ramadhan 1441H 🍃 ~dan tilawahku baru juz 24 ga kelar kelarrrrr 😣

LIPURAN

Dimatamu masih tersimpan selaksa peristiwa~🎵🎶

YA ALLAH

Pagi-pagi disambut dengan kemulesan perut. Yassalam.. seni hidup wanna be Senin Hidup. 😂

Ramadhan ke-4.

Aku mencapai juz 14 pagi ini. Sebenernya ingin lebih lagi, tapi… kalau mengingat tahun lalu, tilawahku di Ramadhan tahun ini 4x lebih baik sih. Hanya saja.. entah. Lagi-lagi soal hati. Aku… masih merasa sangat hampa.

Selipan

Beberapa waktu lalu ada yang mengenalkanku dengan seorang laki-laki. Katanya sih dia ada niatan baik..
Yatapi soal perasaan siapa sih yang bisa nebak~
Aku masih saja memasang wajah cuek. Masa bodoh lah dengan perkenalan. Mana hirau aku dengan hal semacam itu. Meskipun perkenalan dengannya dulu sangat dan begitu aku hiraukan, wqwq. 

Dear God…

Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan. (Ibnu Mas’ud)
Rabbiy.. bukankah hati ini juga pinjaman..?? Maka perasaan ini milikMu. . Jadi tolong, berikan yang terbaik. Aku sedang galau… 😢

Melt My Ice

Mereka memintaku untuk mengikuti kata hati, lalu setelah itu hati kembali patah lagi.
Beruntunglah Tuhan menciptakan logika sebagai penyeimbang, bahwa hati mengarah rapuh logika membawa sembuh.
Logika mengajarkan bahwa laut dan pantai adalah dua hal yang berbeda, kau dan aku ialah sesuatu yang tak mungkin sama.
Sudah. Dalam perdebatan ini jelas sekali bahwa logika akan selalu juara, dan hati kembali berdarah penuh luka.
Dari dan untuk segala yang patah, demi setiap tetes air yang tumpah, sudah saatnya bagi hatimu untuk sejenak merebah.
Hidup bukan hanya perihal yang kau perjuangkan, bukan? Setiap ingin tidak harus selalu diamini, kan?

Puisi dari IG dengan hashtag #tempatrebahmu itu sejenak mengalihkan tatapku. Menerawang. Dan berakhir di satu memori diantara memori-memori sukacita dan sendu masalalu.

Aku lelah.
Pun kenapa tulisan-tulisan kebanyakan lebih lancar tertuang ketika galau dan rindu melebur-menyatu..?

Screenshot_20200415-203610

Taken from: Pinterest

DINGIN

Aku sedikit tertegun. Ketika aku ingin mengutarakan, tapi tidak tahu harus memulainya darimana. Kalimat-kalimat yang seakan tercekat. Erat. Menyumbat kerongkongan yang tiba-tiba berat, yang padahal biasanya begitu lancar digunakan untuk mendebat. Menjadikan tulisan-tulisan ini terekspos sedemikian lambatnya. Tersendat.

Kuputuskan memulainya dengan menyusun subjudul, ketika judul utamanya pun belum tersiratkan sama sekali di pikiran, tertimbun memori-memori yang lagi-lagi berantakan.

AC di ruangan kerjaku kurasa sedikit memaksakan diri. Entah AC sejak abad berapa yang dipasangkan di salah satu ruangan tempat kerjaku ini. Tipis sekali angin yang dihasilkan. Ini mending sekali, posisi jaga malam. Kalau jaga pagi dan sampai menemui siang, wah, kalau ibarat ayam geprek, level hotnya mungkin sudah level 7.
Hah~
Kasihan poro-poro yang lewat ataupun mampir ke ruang kerjaku.
Tapi kali ini beda.
Ia, seperti berkerja lebih keras dari biasanya sehingga udara terasa lebih dingin. Apa hawanya saja yang memang berbeda sehingga terasa lain?

Snack malam sengaja kuambil. Kucoba menikmati.
Hmm.. bolunya enak, lembut, manis pula. Lantas udara di perut kurasa sedikit membegahkan seusai kubilas mulutku dengan air mineral-yang jika tidak habis nanti rencananya akan kubawa pulang karena besarnya botol air yang kubawa.

Televisi mati. Padahal tadi nyala. Entah siapa yang mematikan tombol powernya.
Hening pun menyelimuti ruangan. Diikuti bisikan-bisikan yang mengarahkan lamunanku menuju “saat itu”. Mendadak dingin. Semakin dingin. Entah se-frozen apa sikapku kala itu, yang jelas lebih frozen dibanding saat ini.

Mungkin aku terlihat mendiamkan”nya”. Terkesan membisukan lisan untuknya. Atas alasan apa, aku juga tidak terlalu mengetahui. Yang jelas, aku merasakan ada rongga besar luka yang masih sangat basah dalam hati kala itu. Tersentuh kalimat sedikit saja rasanya seperti lukaku ditabur debu-debu yang lembut tapi begitu pedih terasa. Hingga berharap apa yang “kemarin” terjadi hanyalah mimpi, tapi tetaplah sakit ketika menampar pipi. Jelas sekali artinya “itu” kejadian nyata, dan aku harus melaluinya.

Bergeming. Aku tidak peduli. Kupaksa saja berjalan tanpa menoleh kanan dan kiri. Bukan lagi sikap dingin. Melainkan tatapanku saat itu sepertinya berubah menyiratkan egois. Dicengkeram sikap sadis.

Mau bagaimana..? Sejatinya aku masih sangat bahagia melihat adanya kedatangan. Tapi terasa menderita ketika muncul kalimat sapaan. Jawab, mau bagaimana lagi, selain kubalas dengan kebisuan..? Ketika lisan pun tak sanggup lagi untuk menceritakan..?

HANGAT

They never understand ’bout how frozen i am, ’till someone starts to melt my ice.
20200415_212746

Taken from: weheartit.com

Kini sepertinya dia sudah paham bagaimana aku. Dan bagaimana menghadapiku. Maka setelah dirasa sudah cukup waktuku untuk bersembuh, dia lah yang mencoba memperbaiki komunikasi yang tidak sengaja kurusak kala itu.
.
.
.
Maaf, aku memang lemah dalam hal itu. Komunikasi bertahun-tahun yang dibangun dengan penuh rasa cinta pun bahkan bisa aku hancurkan dalam waktu 5 detik jika aku mau.

Tapi jika aku boleh menyatakan pembenaran atas sikap, aku melakukannya karena aku ingin menetralkan perasaanku. Juga, tidak ingin lebih robek lagi selama masa penetralannya. Maka di sisi lain, ada keyakinan bahwa suatu saat komunikasi kami akan baik kembali. Tidak lagi membara, tidak juga redup oleh hujan angin yang begitu mencekam dinginnya.
Terasa hangat. Saling sapa satu sama lain. Juga kembali nyaman bercanda dengan yang lain. Bukan lagi hanya bergantung pada “peka” buatan yang selama ini mungkin salah kuartikan.

Memang tergantung bagaimana aku. Jadi…
Entahlah. Kita lihat saja.

Apapun itu, semoga baik.

LANGKAH PERTAMA

Rajab 1441 Hijriyah.

Sepertinya bulan tersebut menjadi titik sadarku di tahun ini. MaasyaAllaah.. aku malu..
Bagaimana tidak? Ketika Rajab dijadikanNya sebagai bulan menanam amalan untuk dipanen di Ramadhan.. aku.. menanam amal ala kadarnya.
Rajabku sedikit keteteran. Tidak ada persiapan bibit unggul di bulan sebelumnya. Seharusnya kupersiapkan itu paling tidak 1 bulan sebelum Rajab datang..
Hah~
Maka semakin hari aku semakin bertambah malu. Menatap rajinnya saudari-saudariku di grup-grup WA yang begitu tinggi semangatnya. Hingga akhirnya berhasil membuatku tergugu. Kalau seperti ini terus, bagaimana bisa aku berhasil di Ramadhan..? Bagaimana bila aku tertinggal dari rombongan menuju surgaNya..?
Ketika yang lain sibuk berkutat dengan amalan-amalan kebajikan demi mendapatkan ampunan Tuhannya, sedangkan aku..? Aku dengan santainya berkutat dalam angan-angan panjang yang seringkali kambuh kala warna senja menjanjikan sembuh.. sembari mengujar bahwa tidak apa-apa, itu hanya amalan tambahan.. Lantas apa kabar kata “peka”? Bashirah yang sejati…? Faghfirliy.. 😢
🍃🍃🍃

Sampai pada saatnya, aku menerima sebuah pesan Whatsapp. Agak panjang. Maka di bawah ini kucuplikkan sedikit saja dari banyaknya kalimat-kalimat penyadaran, dan untaian siraman yang alhamdulillaah menyejukkan hati yang sudah lama gersang tergerus dunia.

           || “……..pemuda hari ini juga kesulitan untuk benar benar menikmati berduaan dengan Rabb nya, dan jauh tentang bagaimana mencintai Nya…
Semua karena itu dilakukan dalam diam, tak ada yg melihat, tak ada yang mengakui…

Semangat ibadah, memanjangkan shalat, menjadi nasehat kosong yang sulit dipahami oleh generasi ini, mereka kagum, namun sulit berubah menjadi amal…karena semangatnya hanya tumbuh sebentar kemudian padam…

Itulah kenapa, Qiyamul Lail tak pernah sendiri,.. *Qiyamul lail selalu punya pasangan…*

Karena bila ruh itu ibarat merpati, maka Qiyamul Lail hanyalah satu dari dua sayapnya…
Tentu…dengan sayap yang tak lengkap, merpati akan tetap hidup, namun menjadi kepastian bahwa kesulitan untuk terbang tinggi…

Maka…

Lengkapi lah sayap itu, karena dengannya akan kesulitan kita menemui kebuntuan Qiyamul Lail, bahkan kalau kita mau, karena dengan 2 sayap ini, ruh akan mulai terbimbing, ruh akan mulai tertazkiyah, dan ruh akan memulai pensuciannya dengan kehendak Rabb nya…

Dan sayap ini, seperti yang disebutkan Abu Ishaq As-Sabi’i,…
Bila malam mampu hidup hanya dengan Qiyamul Lail, maka siang akan mampu hidup hanya dengan shoum…

Ya….bila sayap2 ruh itu yang satu adalah Qiyamul Lail, maka yg lainnya adalah puasa…

 Mampu dan siapkah kalian melengkapi ruh kalian, agar mampu terbang melesat tinggi, dan memandangi remeh dunia dari ketinggian?? ||

Tertohok batin ini. Alhamdulillaah, akhirnya remuk juga..

Lantas.. Perlahan tali-tali sambungan-sambungan kata tadi sempurna membuatku memutuskan melangkah untuk yang pertama kalinya.
.
.
.
Aku, dengan segenap asaku, berharap, hingga berdoa.. Rabbiy.. aku ingin sembuh.. semua ini memayahkan ruhku.. maka.. izinkan aku.. mampukan aku berpuasa lebih banyak di Sya’ban nanti.. Yaa Robbana.. aku rindu Engkau.. maka ampunilah aku..

SYA’BAN   MERINDU

Sulit untuk bersamamu..
Semakin sulit setiap harinya..
Aku tidak tahu apa aku benar-benar mencintaimu
Aku yakin bahwa ini hanya permainan hidup
~petikan puisi by Kahlil Gibran

Dari langkah pertama, kuputuskan untuk aku melangkah lagi, lagi dan lagi. Setiap hari. Meski tanpa (merasa) dimiliki. Sedangkan perasaan disini selalu memaksakan kehendak, bahwa aku (masih) memiliki.

Sekedar ucapan terimakasih untukNya, yang telah sudi mengambilku dari lautan gelap, dimana aku sempat tenggelam di dalamnya. Pengap.

Iya. Segala puji dan syukur untukNya…
Sungguh, setelah diselamatkan, aku masih berharap Dia mengabulkan hasrat dan asa ini. Tentang kesuksesan di Bulan Ramadhan.. tentang keberkahan yang diberikan di bulan mulia tersebut. Tentang kenikmatan beribadah dalam waktu-waktu penuh pahala berlimpah itu..

Sya’ban merindu. Akupun begitu. Terimakasih (lagi) Rabbiy, telah hadirkan rasa yang begitu haru. Meski berakhir sendu, setidaknya hati ini tak lagi beku.

Sya’ban merindu… dan aku masih menunggu.. Takdir apa yang selanjutnya tertulis untukku..

IMG-20191115-WA0010

Foto lawas yang masih senantiasa menenangkan sampai saat ini 💝

Once more, thank you Rabbiy… 💐

15 April 2020

S.N.H ⚘

Dunia, Sandiwara Keriuhan Rasa

“Perasaan laksana hujan, tak pernah datang dengan maksud yang jahat. Keadaan dan waktulah yang membuat kita membenci kedatangannya.” ~Garis Waktu

61e4019ae6e12d20c038da3092574bb1

Taken from: Pinterest

Tentang Suara

Dalam ruang
Dengan pintu dan jendela menganga
Sosok itu terlihat sayu dalam kaca
Tentang apa ia dan bayangannya saling bertanya?
Oh, tentang dunia
Ia tau bahwa yang diperselisihkan itu tak akan ada habisnya
Pun bayangan di depannya mengiyakan bahwa ia butuh pelita
Menghadapi sejuta kisah di bumi, tanah yang sudah dipastikan hina segala isinya
Kebutuhan akan pelita yang akan terus berlanjut hingga kapan bayangan itu hilang membersamai raga
Tiada
Pernah menjadi pusat semesta bagi sepasang mata yang teduh
Ia, dan bayangannya di cermin masih saja berlagak angkuh
Menandakan hati dan pikiran mereka sedang keruh
Maaf, aku manusia, kata ia kepada bayangannya
Maaf, aku tak dapat ikut berupaya, balasnya yang sedang menatap balik dari cermin
Morning jazz dan mellow mendayu
Terdengar seperti kekehan lucu
Menertawakan sendu
Langit malam perlahan tergulung
Sunrise muncul atas ketetapan-Nya
Hangat
Tapi tidak sehangat luka yang seharusnya sudah sembuh ini
Tau apa soal prasangka..?
Karena tentang kecaman mungkin kau tuannya
Dan perihal pesakitan akulah tempatnya
Luar biasa bukan?
Padahal sembuhnya luka dipengaruhi keinginan untuk sembuh juga
Maka lagi-lagi akulah yang seyogyanya mengaku salah sebagai peran utama
Sebagai akibat membelokkan cerita
Memperpanjang sandiwara
Hingga…
Keriuhan yang masih hingar bingar dalam dada itu terbungkam tiba-tiba
Hiruk pikuk yang ditikam dengan sengaja
Menghempas, mematikan selera
Seketika
Hitam putih menggantikan warna
Membutakan apa yang di depan mata
Pun hambar, tak berasa
Entah akan jadi apa

🎧🎼 Kadangkala tak mengapa
Untuk tak baik-baik saja~
Kita hanyalah manusia
wajar jika tak sempurna~ 🎵🎶🎶

😁

Memang.
It takes a minute to have a crush on someone
Padahal it takes a lifetime to forget someone, or something tersebut.
Maka…
Masa-masa sulit akan mengajarkanmu bagaimana menjadi kuat dan bagaimana terus berharap kepada Allah. Mungkin kamu merasa hancur, lebur. Tapi siapa yang tahu bahwa diluar sana ada yang ternyata lebih hancur darimu..?

Bukankah masih untung kamu “hanya” merasakan hal tersebut..? Tidak sampai kepada kata kerja yang bersebut (maaf) membunuh diri (sendiri)..? Masih diselamatkan, bukan?
Bukankah itu artinya kamu masih diberi kesempatan..?

“Healing an epistemological wound would never be easy,” she-someone who i love- said.
So this is my way, come here whenever you need me for giving you an advice or heal your epistemological wound, or something else..?

20190720_082639

See..? Permisalan dunia dan bayangannya. Apa yang terlihat sejatinya tidak selalu seperti yang kita lihat. Ya namanya juga sandiwara 😎 🎧Nyanyikan laagu indaah~ Sebelum kupergi dan mungkin tak kembali~ 🎵🎶 #eh

Akhirnya, semoga niat senantiasa lurus, hingga berkah banyak tercurah. Aaamiin 💕

 

~S.N.H ⚘

Daydream Awards

🎧🎼 Mungkin~ ku tak akan mampu
Menghapus dirimu
Melupakanmu~ 🎵
🎶 Selalu tentang dirimu
Yang aku puja
Dan terus mengenang~ 🎵🎶

IMG-20191123-WA0011

 

Bukan De Javu

Letak tanggal dan hari di November kali ini persis sama dengan Maret tahun ini. Kumenyadarinya ketika tanggal 8 awal bulan ini, dimana bertepatan dengan hari Jum’at, yang tanggal 8 Maret lalu juga sama jatuhnya di hari Jum’at.
Terkenang.
Tanggal dan hari dimana aku pergi ke ruangan tempat tergugunya sepasang mata menatap seseorang yang katanya indah di Maret itu.

“Buset Mbak.. masih inget detail kejadiannya…? Sampe segitunya,” sahut netizens.

#exhale

Dive up

Hari ini…
23 November 2019…
Yang harinya di bulan ketiga tahun ini pun sama jatuhnya di hari Sabtu…
Aku…
Mengenang kembali tanpa sengaja.
.
.
Sabtu malam.
Hujan.
Hari ini pun qadarullaah demikian, meski hanya beberapa menit menjelang maghrib tadi.
Maret keduapuluhtiga, kamu sedang di terasmu kala itu.
Menikmati rintik.
Mengajakku menari dibawah tetesan-tetesan yang mendinginkan itu.
Tetapi kondisi jarak sedang memisahkan.
Kamu di kursi nyaman, dan aku di kasur kontrakan.
Lalu tiba-tiba sebuah foto terkirimkan darimu, untuk seseorang yang katamu hanya bisa berkomunikasi via malam mingguan.
Bukan foto wajah seseorang.
Bukan juga foto pemandangan alam.
Itu adalah foto hasil jepretan dari salah satu halaman buku yang entah kapan kamu menuliskan.

.

.

Aku masih sebagai sosok yang pemalu masa itu. Pendiam. Maka kamu menyiratkanku ke dalam baitmu pun sedemikian.
Disana tertera tanggal dan bulan yang kamu centang adalah Saturday hari keduapuluhtiga di bulan ketiga tahun ini. Maka tidak salah lagi bahwa di hari itu juga kamu menorehkan tintamu dalam tulisan.

.

.

Membacanya aku terpana.
Tenggelam aku terpesona.
Mungkin saat itu mataku berkilauan bersebab tak menyangka.
Baris demi baris yang semakin meninggikan angan tiap kali terbaca.
Bukan gombalan, bukan pujian. Tapi pikiran ini membikin siratan yang tergaris bagaikan sapaan yang tidak bisa tidak aku iyakan sebagai balasan.
Lantas hati tertawan.

.

.

Maaf.
Lagi-lagi aku tenggelam.
Dalam.
Walaupun demikian, di hati terdengar sedikit kalimat gemerutuk,”Ah, dasar hujan. Seenaknya membawa kenangan. Kenapa tidak dari kemarin-kemarin saja turun menenangkan perasaan. Kenapa baru sekarang? Meski begitu… terimakasih masih berkenan hadir menyejukkan.”

Hmm.. Mungkin kalau ada ajang penghargaan, ini hati bakal memenangkan salah satu nominasi Daydream Awards. 😝

Singkat Saja

Lelah hati bermain dengan angan.
Siapa suruh?
Tidak ada.
Maka jika aku tak tau akan bagaimana ke depannya, sungguh tak berhak perasaan ini memaksakan apa yang berjalan dalam pikiran.
Ego.
Angan.
Nafsu.
Afeksi.
Dan sifat-sifat lain yang wajar ada sebagai manusia tetapi membahayakan bila bocor seenaknya oleh kejadian-kejadian yang terlebih menguras emosi.

Maka singkat saja.
Bahwa pelajaran kali ini, yang meski berkali-kali sempat kutuliskan, tapi seringkali lupa jika tidak terbaca, memberikan caption kenangan dalam catatan hidupku, jika memberi itu benar-benar bukan hanya terbatas barang, atau waktu.
Bahkan perasaan yang kita keluarkan pun adalah sebuah pemberian.

Maka jika ilmu ikhlas itu tinggi, sungguh hanya iman di hati yang bisa menuntun diri menuju hasil baik yang dikehendaki dengan mengikhlaskan apa yang kita berikan tersebut..
Iya.. belajar ikhlas atas perasaan yang sudah kita berikan sebagai sebuah pemberian spesial.. Baca saja “sedekah spesial”.

Bukankah berkorban itu artinya ada yang terkorban..? Maka disinilah aku bisa berkorban. Dan akan kukatakan bahwa halal jika mengharapkan balasan dari apa yang kukorbankan, untuk mendapatkan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Jika bukan caranya yang lebih baik, maka orangnya.
#berkah
Aaamiin.. 💕

Dessert

Dalam hidup, adalah keniscayaan bahwa kita akan merasakan “kehilangan” dalam beberapa titik. Untuk sesuatu yang benar-benar kita miliki maupun tidak. Untuk hal-hal yang tampak, maupun yang hanya mampu dirasa dalam hati.⁣

Beberapa waktu terakhir aku seolah terjebak dalam ilusi “menemukan” dan di waktu yang sama merasakan ketakutan yang sangat akan “kehilangan”. Perasaan bahagia sekaligus menyiksa. Perasaan yang seringkali merupakan akumulasi dari simpul-simpul yang kubuat sendiri, dan akhirnya aku juga yang kesulitan mengurainya.⁣

large

 

Kehilangan kali ini semacam menjadi pengingat untukku, bahwa rezeki memang tak pernah tertukar. Apa yang tertakdir untukku tak akan luput atau pergi dariku. Sementara apa yang memang pergi dariku, mungkin memang tidak tertakdir untukku.⁣


Seperti kamu.⁣


Melepaskanmu dalam bentuk lain terkadang adalah cara terbaik untukku menemukanmu kembali dengan cara terbaik yang lebih dicintai-Nya, jika kamu memang tertakdir untukku.

.

.

Nah. Terimakasih kepada Miss Siti Fathonah Wijayanti, yang telah memberikan kalimat-kalimat yang kucuplik sebagai penutupku kali ini..
Dan kamu, terimakasih untuk kamu, yang sampai di hari dan tanggal kali ini persis sama dengan Maret tahun ini, banyak memberiku pelajaran yang berarti.
Kamu belajar juga sana, besok jadi narasumber kan. Sukses ya. Ganbatte 😊

20191112_210904

Dengan perasaan yang lega setelah menulis. “Kemayu” mode on 😎😅

23 Nov 2019
~S.N.H ⚘

Untukmu, Ibu dari Pria yang Kucintai

🎧🎶
Cinta~ hadirmu rasuki celah kosong ini
Takkan mampu aku hilangkan rasaku untuk dirimu 🎶🎶🎶
Cinta~
Setia kuberikan putih rasa ini
Takkan mampu aku rapuhkan rasamu
Selamanya~ 🎵🎶🎶

Udah sebulan engga nulis. Hmm.. sepertinya dia baik-baik saja. Semoga demikian.

il_fullxfull.1602055084_30jk

Intermezzo

Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
dan bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun…
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu…
Ibu…Aku sayang padamu…
Tuhanku….Aku bermohon pada-Mu
Sejahterahkanlah dia
Selamanya…

Teruntukmu, ibu dari salah satu ciptaan indahNya yang begitu kucintai. Itu tadi cuplikan puisi karya Chairil Anwar, Bu.. entah ibu pernah mendengar puisi itu atau sekedar mendengar nama itu atau belum.. yang pasti, cuplikan diatas tadi untukmu

Panggilan Spesial

Bu..
Kali ini tulisanku ingin kutujukan pada Njenengan saja.
“Tumben?” sahut netizens.

Iya Bu.. entahlah apa yang membuat hati ini tergerak demikian. Sekedar ingin. Sungguh kali ini ingin kutulis spesial untukmu.

.

.

Bu.. Mohon izin. Bolehkah kali ini aku memanggilmu “ibu”..? Jikapun tidak boleh untuk selamanya, aku ingin memanggilmu “ibu” kali ini saja.

Perkenalkan Ibu, aku adalah seseorang yang hidupnya pernah terwarnai dengan indah oleh untaian nada dan puisi rindu dari salah satu orang yang begitu berharga bagimu.
Aku bukanlah seorang putri yang hidupnya dipenuhi gelimang harta ataupun status sosial yang tinggi. Bukan juga seorang permaisuri yang parasnya juga kesehariannya dipenuhi  oleh jor-joran keindahan-keindahan dunia yang membelalakkan mata siapapun yang memandangnya. Bahkan bukan juga perempuan yang ibadahnya bisa dibanggakan oleh orang-orang yang mengaku bangga padaku..

Aku hanyalah sesosok manusia penuh kurang dan dosa, yang berharap menjadi shalihah sampai ending perjalanannya, juga memiliki harapan akhir hidup penuh kebaikan dan kebermanfaatan bagi sekitarnya.
Pun aku Bu, sekedar perempuan lemah yang sampai saat ini masih membutuhkan sosok bersebut ibu. Entah ibu yang bergaya lembut atau ibu bak heroin ia berpatut. Keduanya lengkap kuharapkan bisa mengisi lembaran kisahku.

Bu.. maafkan hati ini, tidak tau diri memperkenalkan pribadi yang bahkan sepertinya tidak pantas untuk sekedar menyebut namaku sendiri bersebab banyaknya titik hitam di dalam catatan lembar kisah hidup yang belum begitu berarti ini. Harapan kecilku, engkau bisa merasakan inginku yang begitu besar untuk setidaknya kali ini saja dekat denganmu, Bu. Walau kali ini saja…

Bu..
Seorang ibu itu katanya sangat luar biasa ya? Ah, tanpa bertanya pun aku bisa merasakan betapa hebatnya kiprah seorang ibu, Bu..

.

.

Ibuku kebetulan adalah perempuan hebat juga, yang dengan kuatnya menghadapi segala macam terjalnya jalan hidup sampai detik ini.
Ibu pasti juga orang demikian, ya?
Aku tau Bu, karena putramu pernah dengan khawatirnya membicarakanmu, pun berusaha menjagamu dengan segenap upayanya.
Jadi, pasti Ibu adalah sosok yang begitu berharga dalam hidupnya. Aku yakin ^_^

.

.

Hari ini hari spesialnya kan, Bu?
Mungkin jika aku bertanya demikian pada putramu, dia akan menjawab “tidak”, atau malah berbalik tanya, “apa yang spesial?” Gitu.

Haha iya sih, banyak hari spesial di hidupnya, Bu. Bahkan ketika dia hanya duduk di rumah bercengkrama berdua bersama princess legendaris kesayangannya itu aku yakin sudah merupakan hari yang begitu spesial buatnya 😊

.

.

Tapi apapun itu, aku pun yakin Bu, bahwa untuk perempuan, lahirnya seorang putra merupakan hal yang begitu istimewa. Mungkin ibu juga berpikir demikian.. atau malah tidak? Ah, apapun jawaban itu, aku tetap ingin berterimakasih kepadamu Bu, karena telah melahirkan putra kecilmu. Membesarkan putramu dengan baik dan tulus. Menjaganya dengan penuh kasih (meski beberapa saat hanya bisa menjaga dalam doa) sampai saat ini. Merawatnya hingga dia sekarang telah berusaha berganti merawatmu..

.

.

Terimakasih sudah menjadi ibu yang hebat baginya, Bu. .
Ibu yang dengan sabarnya telah menyerahkan segala hal yang dipunyai demi membesarkan putra kecilnya menjadi lelaki yang mandiri, yang aku yakin dengan kuatnya menghadapi cobaan dan ujian juga dalam membesarkan seorang putra hebat sepertinya.

Iya Bu, dia seseorang yang hebat. Sepertinya diwarisi juga dari ayahnya, sosok yang aku yakin engkau jaga dan layani di sampingmu dengan hebat juga, Bu. Kehadirannya begitu dinanti, Bu. Dinanti banyak orang. Dirindukan banyak teman. Kiprahnya dalam banyak hal pun tak lepas dari akibat kecerdasannya, multitalent. Luar biasa Bu.. Ibu pasti bangga memiliki putra sepertinya…

Pun terimakasih juga atas curahan kasih sayangmu padanya Bu, yang itupun lantas menurun kepada putramu yang begitu menghargai perempuan juga orang-orang di sekelilingnya. Yang percikan cintanya masih bisa kurasakan hingga waktu ini, yang aku pun yakin percikan itu juga adalah sifat pelukan cinta yang kau turunkan kepadanya, Bu. Hangaaaat sekali rasanya.

Terimakasih Bu, ibu yang 29 tahun silam melahirkan sosok yang begitu aku cintai sampai detik ini, yang entah akan sampai kapan aku menyimpan cinta ini untuk sosok yang terlahir darimu itu..

Iya Bu, maaf, aku masih menyimpan rasa ini untuk putramu..

🎧🎶
Rasakan melodi tanpa nada~
Kupergikan lara jauh merindumu🎵🎶🎶

Soal rasa itu, abaikan saja Bu. Aku sedang tidak terlalu mempedulikannya.. karena yang aku ingin pedulikan saat ini adalah rinduku padamu, Bu. Perasaan aneh yang muncul, karena kita baru sekali bertemu.

Harusnya aku menyatakan rinduku sejak dulu, Bu. Tapi maaf, aku baru bisa mengatakannya sekarang bahwa aku merindukanmu. Mungkin ini adalah perasaan rindu yang menumpuk beberapa bulan yang lalu, yang sudah terputus jalan saat “kami” berhenti di persimpangan, padahal kalimatnya belum sempat terucap. Yang kemudian meledak beberapa saat lalu. Dan baru bisa kuungkap dalam tulisanku kali ini.
Bu, jujur, aku berharap bisa bersimpuh di hadapanmu saat ini, menyatakan bahwa aku begitu menyayangi dan merindukanmu setulus hati, ibu yang putranya begitu aku sayangi.

Core of the Core

Maaf Bu, ekstrim sekali hawa di sekitarku. Sampai-sampai tulisanku terbawa suasana begini. Hmm..
Hujan belum turun di Baturetno, Bu. Gersang sekali disini.

.

.

Bu.. Hari ini, maaf sebelumnya jika tanpa memohon izin darimu terlebih dahulu, sebenarnya aku ingin mengucap sesuatu kepada putramu..
Jika ini adalah masa-masa SMPku, mungkin aku akan menulis sesuatu di kertas dengan tulisan tangan yang sengaja kubuat-buat dan kupastikan tidak mirip dengan tulisanku, kemudian mengirimnya diam-diam di meja kelas tempat ia duduk, lalu mendoakan semoga tulisan bertandatangan anonim itu dibacanya lalu ia merasa senang.
😅 jauh sekali otakku membuat bayangan seenaknya sendiri. Ibu pernah tidak merasakan masa-masa demikian..? Hihi. Lucu sekali Bu masa-masa cinta monyet anak-anak yang belum paham arti cinta itu sendiri.

Tapi ini bukan lagi masa SMPku, Bu. Jadi sepertinya kutulis disini saja ya ucapan untuk putra tercintamu itu 😊

Happy face yourself, Mas! which may be the hardest of all things to face.
Seberat apapun 29 tahun ini, semoga menjadi jembatan untuk bisa lebih baik lagi dalam melangkah ke depan. Diringankan langkah menuju kebaikan. Dimudahkan segala niat baik yang terlangitkan. Diberkahi di sisa usia yang kesempatannya masih diperkenankan.
Terimakasih Mas, sudah menjadi bagian dari kisah hidupku yang sedikit banyak menguras emosi dan kesabaran.

(Sambil berdoa;
Terimakasih Yaa Allaah, sudah memampirkan dia ke dalam kisah hidup saya. A part of my life. Kapan kapan lagi ya, Yaa Allaah? #eh)
😅

Gitu lah Bu, pokoknya 😄 aduh, rasanya sekarang aku ingin duduk berdua denganmu Bu di pagi ini, menatap matahari terbit lantas menikmati hangat sinarnya sambil berbincang banyak hal, ditemani segelas teh hangat di tangan kita masing-masing ^_^

Penutup

🎧🎶🎶🎶

🎵Hujan turun lagi~

Saat kulamunkan mimpi indahku

Bersamamu

Tepikan ragu yang kusimpan denganmu

🎵Kan kuteriakkan nadaku untuk semangat hidupmu

Kumiliki takdirku

Indah menemukanmu~ 🎶🎶🎶

Hedeeuuu~ teteeeuuuup aja, seindah apapun hari, ini lagu aing kok ya melo melo galo terus ya Bu 😅 mana belum hujan, liriknya udah hujan aja 😄 gapapa, semoga jadi doa.. Dan lagi, ibu patut berbangga, karena itu adalah lagu putramu kan Bu..?

.

.

Akhir tulisan, untukmu Bu, ibu dari pria yang begitu kucintai…

Bu, semoga ibu senantiasa dalam lindungan Allaah. Ibu jaga kesehatan ya.. juga semoga dilimpahkan segala berkah padamu, Bu.. I love you from this deepest heart.

20190627_090603.jpg

And.. ah, Happy Milad for your lovely sonshine! The best for him 😊💕

 

19 Okt ’19

⚘SNH

 

Note: Maaf ya Bu atas tulisan alayku yang panjang lebar tapi nggak tinggi-tinggi ini. Harap maklum. Mmm.. 😅

What Happened on the Crossroads

Aku masih terduduk, menunggu di persimpangan. Menatap orang-orang yang lalu lalang berjalan, yang terkadang bertubrukan lewat benang jalan takdirku dan takdir manusia lain yang bertemu, bergesekan. Ramai langkah-langkah manusia, tapi tanpa suara. Lengang.

5790_4_Klavier-Pixabay

Klavier Symbolbild, Quelle: Pixabay

🎧🎵 When you try your best but you don’t succeed~
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can’t sleep
Stuck in reverse 🎵🎶
When the tears come streaming down your face 🎶
‘Cause you lose something you can’t replace 🎶
When you love someone but it goes to waste 🎶
What could it be worse?
🎵🎶 Lights will guide you home~
🎶🎶🎶🎶

Hari ini, lagi-lagi aku ingin bercerita tentang apa yang belum lama kulalui. Tapi sepertinya akan kuceritakan cuplikannya mulai dari awalnya saja agar sedikit runtut jalan kisahnya. Ah, sepertinya ini nanti akan mirip diary online. Nikmati saja ya? ☺

Saturday Pekan Pertama

Hari ini tanggal tujuh September. Aku sampai rumah kontrakan ini hampir pukul 4 sore, sepulang dari memasukkan antrian jahitan kebaya untuk bridesmaid resepsi pernikahan temanku yang akan melangsungkan akad nikahnya tanggal 3 Oktober nanti. Aku sampai rumah beberapa menit sebelum masuknya pesan whatsapp seputar hal yang membuatku kembali bimbang malam ini. Bimbang lagi, bimbang lagi.
Iya, Mas. Dengarkan saja ya? Meski mungkin kau sudah bosan.

Wait. “Mas”..? Iya, aku masih ingin menyapamu. Jadi abaikan saja jika kamu tidak berkenan dengan sapaan itu. Cukup skip kata tersebut, lalu lanjutkan saja perjalananmu membaca kisah ini 🙂

.

.
Ini hari Sabtu, Mas. Weekend. Seperti biasa, hari ini dianggap sebagai hari yang menyebalkan bagi sosok-sosok single sepertiku.
Juga hari yang berat bagi jiwa-jiwa yang pernah terikat. Seringnya demikian. Tapi malam ini, ada satu jiwa yang terlihat acuh dengan kondisi laranya. Dia, bahagia.

.

.
Laki-laki ini tersirat begitu senang saat mendapat balasanku yang mengiyakan ajakan makan malamnya, Mas.
Dia mengajakku sore tadi. Aku dengan segala kebimbanganku begitu lama memutuskan. Sampai akhirnya kisaran pukul 19-an, dia memutuskan menjemputku. Dan aku yang belum lama menguapkan embun mataku akibat teringatmu ini bergegas mengenakan jilbab dan tas yang warnanya sedikit menyimpang tapi masih bisa ditoleransi untuk sekedar dibawa santai. Tak lupa kacamata minus yang kini menemani perjalananku sehari-hari.

.

.
Dia menghentikan motornya di parkiran yang sama dengan parkiran kita pertama kali memutuskan untuk bertemu. Entah apa yang membuatnya memilih tempat makan itu, tapi bagiku dia melakukan kesalahan, yang sayangnya aku tidak bisa mengingatkannya bersebab tak ada alasan untuk menolak kesana. Aku duduk. Bersyukur tempat makan yang dia pilih tidak sama dengan tempat makan kita saat itu, Mas. Namun tetap saja, bayanganku penuh tentangmu.
Lagu “Pelangi di Matamu” dinyanyikan oleh grup penyanyi disana –yang aku tidak tertarik untuk mencari tau tentang siapa saja personilnya. Lagu lama yang menemani makan malam kami, which is hal itu sempurna membuatku melamun di depan laki-laki ini. Lagu pertama darimu untukku yang kamu senandungkan dengan melodi khas darimu. Mengangankan kembali bagaimana nadamu melantunkannya padaku saat itu, melayangkan bayang tentang kata “kita” yang bagiku masih begitu bermakna, pun semakin lekat terasa sentuhan artinya saat reffnya terdengar sampai ke telingaku. Mendobrak paksa perasaanku. Luluh.
.
.
Dia yang ada di depanku menyodorkan berbagai cerita padaku, Mas –yang tidak kujawab jika itu bukan pertanyaan. Aku masih saja pendiam, yang terlihat masih selalu bertindak sebagai perempuan berparas angkuh dan sok lembut di depan manusia. Sejatinya? Tak ada yang tau kecuali aku dan orang-orang yang kupilih.
Entah apa yang dia pikirkan, malam ini dia terlihat begitu menikmati makan malamnya. Aku? Berusaha saja kunikmati seporsi chicken steak yang bagiku kuahnya masih kurang itu.
Lalu menikmati prosesku beradaptasi dengan obrolannya yang semakin lama semakin kurasa hambar, terlebih saat akan berpamit. Aku, terus memandangi tempat bekas kita duduk. Juga memandangi penyanyi yang sedang “manggung” disana, menyanyikan lagu berikutnya dari Seventeen berjudul “Kemarin”.
#exhale~

Purnama ke-15

Berpindah masa, berganti cerita. Hari ini hari Minggu, sering kusapa sebagai Ahad. 15 September 2019.
Kamu tau, Mas? Aku suka kerlipan lampu. Entahlah, begitu menenangkan ketika jutaan kerlipan itu terpajang diantara pekatnya malam. Termasuk kerlipan bintang diatas sana. Tapi sungguh, semalam kerlipan lampu yang menemani pekerja di PLTU begitu membuat terbelalak mataku ini memandangnya. Indaaaaah sekali Mas, pemandangannya dari atas sana, dari tanah yang lebih tinggi dari tempat bangunannya dibangun.
Iya Mas, semalam aku pergi ke PLTU. Tidak, bukan memasuki tempatnya. Aku sekedar menikmati pemandangannya di atas jalanan aspal, tepat di belokan yang dulu aku sempat berhenti disana sepulang dari Bromo.
Benar-benar indah susunan kerlip dari bangunannya, sinarnya, pantulannya. Terekam jelas di memori hasil potret alami dari anugerah mata dariNya ini.

20190921_155049

Hari ini hari pertengahan di Bulan September. Itu artinya semalam adalah malam purnama. Iya Mas, aku bisa menikmati purnama sebagai point of interest langit September ke-15 semalam, di daerah sekitar PLTU itu. Purnama yang sempurna, yang sempat kuceritakan di beberapa kalimat sebelum ini.
Aku sungguh lekat memandangnya yang tergantung dengan begitu ajaib di atas sana. Hasil ciptaan Sang Maha yang begitu mempesona, indah dan rapi tak terkira.
Entahlah aku memikirkan apa, Mas. Aku terpana melalui tatapanku pada rembulan yang nampak asli kokoh diantara arakan mega yang membuatnya menawan itu, dengan gerakan samar seperti menggelinding melintasi awan-awan malam. Cuek sekali melihatku yang sesekali bermain bersama anak kucing liar yang masih imut-imut itu. Kitten yang sepertinya remaja nanti ia akan menjadi super manja. Qodarullaah, suasana begitu damai, Mas. Angin sepoi lembut menimpa wajah, sedikit dingin, tapi dinginnya bisa teralihkan oleh cahaya-cahaya di tanah pembangkit listrik tenaga uap di seberang sana.

.

.

Tidak hanya sapuan angin, tetapi purnama yang sepertinya juga menjadi saksi ramainya Pacitan oleh Rontek tahun ini seperti tahu apa yang aku butuhkan. Iya, cahayanya begitu benderang, menyinari bumi Pacitan ini, menyapu rata tanah di kota kecil yang kuinjak kini, turut mendukung damainya suasana malam ini. Membuat aku yang bukannya ikut senang meramaikan Rontek di pusat kota melainkan malah menepi di bagian timur –entah di desa mana ini, betah berlama-lama memandangi kerlipan-kerlipan itu sampai larut. Tanpa terganggu mendung sedikitpun.

20190917_084056

Blur is life. Hahaha

🎧 I’m sorry but~
Don’t wanna talk.
I need a moment before i go🎵

Rasanya bersyukur sekali bisa mengingatmu dalam tenang seperti malam ini, Mas. Dengan damai di bawah sinar rembulan dan pancaran cahaya-cahaya indah berkerlipan.
Maaf mas, memang sekali waktu aku kembali teringatmu. Dan memang sampai saat ini aku masih saja belum bisa menghapusmu. Aku sungguh membutuhkan waktu untuk bisa benar-benar pergi jika ianya adalah seseorang yang begitu berarti. Iya Mas, aku masih saja terduduk disini. Di persimpangan jalan saat kamu memutuskan berbelok pergi sendiri sedangkan aku masih dalam kebimbangan harus mengikutimu atau menuju cabang jalan yang satunya lagi. Jika aku berbelok ke arahmu, cahayaku hilang, dan aku tidak bisa menjamin apakah aku bisa menemanimu dengan baik karena kehilangan cahayaku, juga tidak bisa menjamin apakah aku bisa kembali menemukan jalanku di tengah jalan bersamamu. Maka aku memilih berhenti. Disini. Menunggu takdir apa yang menujuku nanti.

.

.

Aku berusaha merawat diriku sendiri, Mas. All of my medicines disertai tempat-tempat yang kukunjungi: Trenggalek, Blitar, Grup “Koplag”, Bukit Teletubbies, Pasir Berbisik, Bromo, Pancer Door, Teleng Ria, Girimanik Waterfall, Beiji Park, Bukit Bintang, kerlipan PLTU, Yogyakarta dan tempat-tempat lain, yang dengan begitu indahnya telah mencoba menghiburku, namun sedikit kusia-siakan karena niatku yang hanya sekedar melampiaskan akibat-akibat dari sayatan di hati saat itu.
Waktu yang tidak singkat, Mas. Waktu yang waktunya sendiri menjadi lebih lama dengan setiap harinya dibayang-bayangi oleh mimpi tentangmu, suaramu, pertemuan denganmu, obrolan yang menyebutkan namamu, dan segala hal yang bersangkutan denganmu. Belum lagi perasaan cemburuku, yang masih saja selalu mendesak, membuat jalan nafas sedikit sesak, berakibat refleks basah di ujung kelopak.

.

.

Iya Mas, aku masih sering cemburu. Cemburu dengan dia yang selalu bisa ada di dekatmu. Siapa..? Banyak. Teman-temanmu, pasienmu, rekan kerjamu, keluargamu, dan siapapun itu. Aku cemburu karena mereka bisa ada di sampingmu sepanjang waktu. Bisa senantiasa bercengkrama denganmu kapanpun mereka mau. Bisa dengan mudahnya menghubungimu saat mereka ingin menghubungimu, entah sekedar obrolan biasa atau itu suatu kebutuhan. Sedangkan aku…
Aku yang kini bahkan ketika membutuhkanmu, benar-benar saat membutuhkanmu pun, harus mencari orang lain, siapa kiranya yang bisa membantuku selainmu. Hah, apalagi ini haha.

.

.

Tapi tenang saja Mas, ingatan-ingatan itu kini tidak seberantakan tulisan-tulisanku yang telah lalu.
Hanya seperti saat aku masih merasa nyaman bersamamu saja Mas -yang kini pun nyatanya masih kurasa nyaman meski itu sekedar bayanganmu. Sungguh berbeda dengan saat aku dilanda kalut kala itu. Berkat-Nya, Mas. Sungguh apa daya aku tanpa doppingan-doppingan dariNya. Kusyukuri sekali damai memori malam ini. 😊

Langit September ke-19

Kau membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya, apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima sepenuh hati…
.
.
Pukul 11 menjelang siang. Novel “Rindu” ini masih saja sering kubuka. Aku belum mengantuk. Ngga tau nanti kalau habis Dzuhur. Hari ini seharusnya aku libur kerja, tapi harus memasuki shift temanku, Indri, yang dulunya dia sudah memasuki shift kerjaku sehingga aku harus membayar kebaikannya itu di hari ini. Nanti.
Bab di novel ini banyak sekali, Mas. Aku susah payah menamatkannya. Kuseling dengan buku bacaan lain saking tebalnya. Tidak bosan, hanya sedikit berat karena sedikit mengajak berpikir 😁
Maka aku mendapat sedikit banyak pelajaran juga dari buku itu. Sering kucuplik kalimat-kalimat kerennya. Termasuk yang sudah kutulis di paragraf di atas tadi, di bawah subjudul kali ini 😊

.

.

Maka Mas, demi memahami cuplikan kalimat berat tadi, sungguh itu artinya aku sama sekali tidak membencimu. Justru aku masih begitu menyayangimu. Sangat menyayangimu. Hanya ketika ada satu keputusan itu, kala itu ada perang dadakan yang muncul di otakku. Maka saat itu juga kemungkinan terbesar yang ada hanyalah aku sedang membenci diriku sendiri. Diriku yang tidak mampu mencegah kejadian yang dihadapkan di depanku, mencegah sesuatu yang aku benci, yang aku tidak bisa menerimanya detik itu juga. Iya Mas, aku sejatinya membenci diriku sendiri. Diriku yang belum mampu menerima “petir” dariNya, yang masih begitu kurang ilmu untuk bisa memahami situasi kondisi. Nyaris berakibat fatal bersebab banyak “tapi”.
Maka Mas, semoga setelah ini aku benar-benar bisa memaafkan diriku sendiri… Itu salah satu harapan kecilku di bawah langit September ke-19 yang dibuatNya begitu biru hari ini. Warna langit yang kusukai. Semoga terkabul 😇🌹

Sebuah Tanya

Mas, dalam perjalanan sejauh ini, kenapa otakku seringkali memaksa berpikir sedikit lebih berat, ya? (Emang dasar’e dari dulu sukanya hal sepele dipikir kedaleman, hal kecil dipikir berat. Salah siapa?) 😅
Yaudah sih. Lanjut
😁
Padahal bahagia itu terkadang hanya soal ketika kita berhenti berpikir “jika” dan “seandainya”.
Gitu ngga sih, Mas? Hehee..
Tapi Mas, ini tentang masa depanku.
Mmm.. Mas, boleh aku bertanya?
Tidak akan kutunggu jawabanmu, meski aku berharap kamu bisa menjawabnya 😊

.

.

Jika.. Ini baru sebatas jika, Mas.
Jika saja, laki-laki yang sempat kuceritakan di tulisanku sebelum ini, di awal-awal tulisan tadi, dia benar-benar serius ingin denganku, apa aku salah jika aku menjawab bahwa aku tidak bisa melanjutkan perjalanan bersamanya..?
Apa aku sungguh akan dibenci jika menjawab bahwa dia bukan sosok yang aku cari..?
Apa aku benar-benar akan terhina jika aku kembali menolak seseorang yang dengan baiknya mengorbankan apa yang dia punya untukku?
Bagaimana jika dia merasa berkorban sedangkan aku dianggap tidak menghargai pengorbanannya..?
Mas, aku tidak pernah meminta dia menyukaiku… Toh perasaan suka adalah fitrah dariNya, bukan?
Dan, Mas… bukankah itu bukanlah sebuah ketulusan pengorbanan jika jiwa masih merasakan kalau diri sedang berkorban..? Maka bagaimana..? Bagaimana langkahku selanjutnya..? Ah, bahkan kini aku masih berhenti melangkah. Khawatir salah arah.
Hei Mas, bahkan dari saat ini aku tahu bahwa aku tidak akan bisa bersamanya…
#exhale~
.
.
Kini subjudul wordpressku kali ini bukan hanya “sebuah tanya”, tapi bercabang menjadi banyak sekali tanya. Entah kapan akan terjawab. Kita tunggu saja 🍃🍃🍃

IMG-20190916-WA0001

 


~S.N.H