Melt My Ice

Mereka memintaku untuk mengikuti kata hati, lalu setelah itu hati kembali patah lagi.
Beruntunglah Tuhan menciptakan logika sebagai penyeimbang, bahwa hati mengarah rapuh logika membawa sembuh.
Logika mengajarkan bahwa laut dan pantai adalah dua hal yang berbeda, kau dan aku ialah sesuatu yang tak mungkin sama.
Sudah. Dalam perdebatan ini jelas sekali bahwa logika akan selalu juara, dan hati kembali berdarah penuh luka.
Dari dan untuk segala yang patah, demi setiap tetes air yang tumpah, sudah saatnya bagi hatimu untuk sejenak merebah.
Hidup bukan hanya perihal yang kau perjuangkan, bukan? Setiap ingin tidak harus selalu diamini, kan?

Puisi dari IG dengan hashtag #tempatrebahmu itu sejenak mengalihkan tatapku. Menerawang. Dan berakhir di satu memori diantara memori-memori sukacita dan sendu masalalu.

Aku lelah.
Pun kenapa tulisan-tulisan kebanyakan lebih lancar tertuang ketika galau dan rindu melebur-menyatu..?

Screenshot_20200415-203610

Taken from: Pinterest

DINGIN

Aku sedikit tertegun. Ketika aku ingin mengutarakan, tapi tidak tahu harus memulainya darimana. Kalimat-kalimat yang seakan tercekat. Erat. Menyumbat kerongkongan yang tiba-tiba berat, yang padahal biasanya begitu lancar digunakan untuk mendebat. Menjadikan tulisan-tulisan ini terekspos sedemikian lambatnya. Tersendat.

Kuputuskan memulainya dengan menyusun subjudul, ketika judul utamanya pun belum tersiratkan sama sekali di pikiran, tertimbun memori-memori yang lagi-lagi berantakan.

AC di ruangan kerjaku kurasa sedikit memaksakan diri. Entah AC sejak abad berapa yang dipasangkan di salah satu ruangan tempat kerjaku ini. Tipis sekali angin yang dihasilkan. Ini mending sekali, posisi jaga malam. Kalau jaga pagi dan sampai menemui siang, wah, kalau ibarat ayam geprek, level hotnya mungkin sudah level 7.
Hah~
Kasihan poro-poro yang lewat ataupun mampir ke ruang kerjaku.
Tapi kali ini beda.
Ia, seperti berkerja lebih keras dari biasanya sehingga udara terasa lebih dingin. Apa hawanya saja yang memang berbeda sehingga terasa lain?

Snack malam sengaja kuambil. Kucoba menikmati.
Hmm.. bolunya enak, lembut, manis pula. Lantas udara di perut kurasa sedikit membegahkan seusai kubilas mulutku dengan air mineral-yang jika tidak habis nanti rencananya akan kubawa pulang karena besarnya botol air yang kubawa.

Televisi mati. Padahal tadi nyala. Entah siapa yang mematikan tombol powernya.
Hening pun menyelimuti ruangan. Diikuti bisikan-bisikan yang mengarahkan lamunanku menuju “saat itu”. Mendadak dingin. Semakin dingin. Entah se-frozen apa sikapku kala itu, yang jelas lebih frozen dibanding saat ini.

Mungkin aku terlihat mendiamkan”nya”. Terkesan membisukan lisan untuknya. Atas alasan apa, aku juga tidak terlalu mengetahui. Yang jelas, aku merasakan ada rongga besar luka yang masih sangat basah dalam hati kala itu. Tersentuh kalimat sedikit saja rasanya seperti lukaku ditabur debu-debu yang lembut tapi begitu pedih terasa. Hingga berharap apa yang “kemarin” terjadi hanyalah mimpi, tapi tetaplah sakit ketika menampar pipi. Jelas sekali artinya “itu” kejadian nyata, dan aku harus melaluinya.

Bergeming. Aku tidak peduli. Kupaksa saja berjalan tanpa menoleh kanan dan kiri. Bukan lagi sikap dingin. Melainkan tatapanku saat itu sepertinya berubah menyiratkan egois. Dicengkeram sikap sadis.

Mau bagaimana..? Sejatinya aku masih sangat bahagia melihat adanya kedatangan. Tapi terasa menderita ketika muncul kalimat sapaan. Jawab, mau bagaimana lagi, selain kubalas dengan kebisuan..? Ketika lisan pun tak sanggup lagi untuk menceritakan..?

HANGAT

They never understand ’bout how frozen i am, ’till someone starts to melt my ice.
20200415_212746

Taken from: weheartit.com

Kini sepertinya dia sudah paham bagaimana aku. Dan bagaimana menghadapiku. Maka setelah dirasa sudah cukup waktuku untuk bersembuh, dia lah yang mencoba memperbaiki komunikasi yang tidak sengaja kurusak kala itu.
.
.
.
Maaf, aku memang lemah dalam hal itu. Komunikasi bertahun-tahun yang dibangun dengan penuh rasa cinta pun bahkan bisa aku hancurkan dalam waktu 5 detik jika aku mau.

Tapi jika aku boleh menyatakan pembenaran atas sikap, aku melakukannya karena aku ingin menetralkan perasaanku. Juga, tidak ingin lebih robek lagi selama masa penetralannya. Maka di sisi lain, ada keyakinan bahwa suatu saat komunikasi kami akan baik kembali. Tidak lagi membara, tidak juga redup oleh hujan angin yang begitu mencekam dinginnya.
Terasa hangat. Saling sapa satu sama lain. Juga kembali nyaman bercanda dengan yang lain. Bukan lagi hanya bergantung pada “peka” buatan yang selama ini mungkin salah kuartikan.

Memang tergantung bagaimana aku. Jadi…
Entahlah. Kita lihat saja.

Apapun itu, semoga baik.

LANGKAH PERTAMA

Rajab 1441 Hijriyah.

Sepertinya bulan tersebut menjadi titik sadarku di tahun ini. MaasyaAllaah.. aku malu..
Bagaimana tidak? Ketika Rajab dijadikanNya sebagai bulan menanam amalan untuk dipanen di Ramadhan.. aku.. menanam amal ala kadarnya.
Rajabku sedikit keteteran. Tidak ada persiapan bibit unggul di bulan sebelumnya. Seharusnya kupersiapkan itu paling tidak 1 bulan sebelum Rajab datang..
Hah~
Maka semakin hari aku semakin bertambah malu. Menatap rajinnya saudari-saudariku di grup-grup WA yang begitu tinggi semangatnya. Hingga akhirnya berhasil membuatku tergugu. Kalau seperti ini terus, bagaimana bisa aku berhasil di Ramadhan..? Bagaimana bila aku tertinggal dari rombongan menuju surgaNya..?
Ketika yang lain sibuk berkutat dengan amalan-amalan kebajikan demi mendapatkan ampunan Tuhannya, sedangkan aku..? Aku dengan santainya berkutat dalam angan-angan panjang yang seringkali kambuh kala warna senja menjanjikan sembuh.. sembari mengujar bahwa tidak apa-apa, itu hanya amalan tambahan.. Lantas apa kabar kata “peka”? Bashirah yang sejati…? Faghfirliy.. 😢
🍃🍃🍃

Sampai pada saatnya, aku menerima sebuah pesan Whatsapp. Agak panjang. Maka di bawah ini kucuplikkan sedikit saja dari banyaknya kalimat-kalimat penyadaran, dan untaian siraman yang alhamdulillaah menyejukkan hati yang sudah lama gersang tergerus dunia.

           || “……..pemuda hari ini juga kesulitan untuk benar benar menikmati berduaan dengan Rabb nya, dan jauh tentang bagaimana mencintai Nya…
Semua karena itu dilakukan dalam diam, tak ada yg melihat, tak ada yang mengakui…

Semangat ibadah, memanjangkan shalat, menjadi nasehat kosong yang sulit dipahami oleh generasi ini, mereka kagum, namun sulit berubah menjadi amal…karena semangatnya hanya tumbuh sebentar kemudian padam…

Itulah kenapa, Qiyamul Lail tak pernah sendiri,.. *Qiyamul lail selalu punya pasangan…*

Karena bila ruh itu ibarat merpati, maka Qiyamul Lail hanyalah satu dari dua sayapnya…
Tentu…dengan sayap yang tak lengkap, merpati akan tetap hidup, namun menjadi kepastian bahwa kesulitan untuk terbang tinggi…

Maka…

Lengkapi lah sayap itu, karena dengannya akan kesulitan kita menemui kebuntuan Qiyamul Lail, bahkan kalau kita mau, karena dengan 2 sayap ini, ruh akan mulai terbimbing, ruh akan mulai tertazkiyah, dan ruh akan memulai pensuciannya dengan kehendak Rabb nya…

Dan sayap ini, seperti yang disebutkan Abu Ishaq As-Sabi’i,…
Bila malam mampu hidup hanya dengan Qiyamul Lail, maka siang akan mampu hidup hanya dengan shoum…

Ya….bila sayap2 ruh itu yang satu adalah Qiyamul Lail, maka yg lainnya adalah puasa…

 Mampu dan siapkah kalian melengkapi ruh kalian, agar mampu terbang melesat tinggi, dan memandangi remeh dunia dari ketinggian?? ||

Tertohok batin ini. Alhamdulillaah, akhirnya remuk juga..

Lantas.. Perlahan tali-tali sambungan-sambungan kata tadi sempurna membuatku memutuskan melangkah untuk yang pertama kalinya.
.
.
.
Aku, dengan segenap asaku, berharap, hingga berdoa.. Rabbiy.. aku ingin sembuh.. semua ini memayahkan ruhku.. maka.. izinkan aku.. mampukan aku berpuasa lebih banyak di Sya’ban nanti.. Yaa Robbana.. aku rindu Engkau.. maka ampunilah aku..

SYA’BAN   MERINDU

Sulit untuk bersamamu..
Semakin sulit setiap harinya..
Aku tidak tahu apa aku benar-benar mencintaimu
Aku yakin bahwa ini hanya permainan hidup
~petikan puisi by Kahlil Gibran

Dari langkah pertama, kuputuskan untuk aku melangkah lagi, lagi dan lagi. Setiap hari. Meski tanpa (merasa) dimiliki. Sedangkan perasaan disini selalu memaksakan kehendak, bahwa aku (masih) memiliki.

Sekedar ucapan terimakasih untukNya, yang telah sudi mengambilku dari lautan gelap, dimana aku sempat tenggelam di dalamnya. Pengap.

Iya. Segala puji dan syukur untukNya…
Sungguh, setelah diselamatkan, aku masih berharap Dia mengabulkan hasrat dan asa ini. Tentang kesuksesan di Bulan Ramadhan.. tentang keberkahan yang diberikan di bulan mulia tersebut. Tentang kenikmatan beribadah dalam waktu-waktu penuh pahala berlimpah itu..

Sya’ban merindu. Akupun begitu. Terimakasih (lagi) Rabbiy, telah hadirkan rasa yang begitu haru. Meski berakhir sendu, setidaknya hati ini tak lagi beku.

Sya’ban merindu… dan aku masih menunggu.. Takdir apa yang selanjutnya tertulis untukku..

IMG-20191115-WA0010

Foto lawas yang masih senantiasa menenangkan sampai saat ini 💝

Once more, thank you Rabbiy… 💐

15 April 2020

S.N.H ⚘