Dunia, Sandiwara Keriuhan Rasa

“Perasaan laksana hujan, tak pernah datang dengan maksud yang jahat. Keadaan dan waktulah yang membuat kita membenci kedatangannya.” ~Garis Waktu

61e4019ae6e12d20c038da3092574bb1

Taken from: Pinterest

Tentang Suara

Dalam ruang
Dengan pintu dan jendela menganga
Sosok itu terlihat sayu dalam kaca
Tentang apa ia dan bayangannya saling bertanya?
Oh, tentang dunia
Ia tau bahwa yang diperselisihkan itu tak akan ada habisnya
Pun bayangan di depannya mengiyakan bahwa ia butuh pelita
Menghadapi sejuta kisah di bumi, tanah yang sudah dipastikan hina segala isinya
Kebutuhan akan pelita yang akan terus berlanjut hingga kapan bayangan itu hilang membersamai raga
Tiada
Pernah menjadi pusat semesta bagi sepasang mata yang teduh
Ia, dan bayangannya di cermin masih saja berlagak angkuh
Menandakan hati dan pikiran mereka sedang keruh
Maaf, aku manusia, kata ia kepada bayangannya
Maaf, aku tak dapat ikut berupaya, balasnya yang sedang menatap balik dari cermin
Morning jazz dan mellow mendayu
Terdengar seperti kekehan lucu
Menertawakan sendu
Langit malam perlahan tergulung
Sunrise muncul atas ketetapan-Nya
Hangat
Tapi tidak sehangat luka yang seharusnya sudah sembuh ini
Tau apa soal prasangka..?
Karena tentang kecaman mungkin kau tuannya
Dan perihal pesakitan akulah tempatnya
Luar biasa bukan?
Padahal sembuhnya luka dipengaruhi keinginan untuk sembuh juga
Maka lagi-lagi akulah yang seyogyanya mengaku salah sebagai peran utama
Sebagai akibat membelokkan cerita
Memperpanjang sandiwara
Hingga…
Keriuhan yang masih hingar bingar dalam dada itu terbungkam tiba-tiba
Hiruk pikuk yang ditikam dengan sengaja
Menghempas, mematikan selera
Seketika
Hitam putih menggantikan warna
Membutakan apa yang di depan mata
Pun hambar, tak berasa
Entah akan jadi apa

🎧🎼 Kadangkala tak mengapa
Untuk tak baik-baik saja~
Kita hanyalah manusia
wajar jika tak sempurna~ 🎵🎶🎶

😁

Memang.
It takes a minute to have a crush on someone
Padahal it takes a lifetime to forget someone, or something tersebut.
Maka…
Masa-masa sulit akan mengajarkanmu bagaimana menjadi kuat dan bagaimana terus berharap kepada Allah. Mungkin kamu merasa hancur, lebur. Tapi siapa yang tahu bahwa diluar sana ada yang ternyata lebih hancur darimu..?

Bukankah masih untung kamu “hanya” merasakan hal tersebut..? Tidak sampai kepada kata kerja yang bersebut (maaf) membunuh diri (sendiri)..? Masih diselamatkan, bukan?
Bukankah itu artinya kamu masih diberi kesempatan..?

“Healing an epistemological wound would never be easy,” she-someone who i love- said.
So this is my way, come here whenever you need me for giving you an advice or heal your epistemological wound, or something else..?

20190720_082639

See..? Permisalan dunia dan bayangannya. Apa yang terlihat sejatinya tidak selalu seperti yang kita lihat. Ya namanya juga sandiwara 😎 🎧Nyanyikan laagu indaah~ Sebelum kupergi dan mungkin tak kembali~ 🎵🎶 #eh

Akhirnya, semoga niat senantiasa lurus, hingga berkah banyak tercurah. Aaamiin 💕

 

~S.N.H ⚘

Untukmu, Ibu dari Pria yang Kucintai

🎧🎶
Cinta~ hadirmu rasuki celah kosong ini
Takkan mampu aku hilangkan rasaku untuk dirimu 🎶🎶🎶
Cinta~
Setia kuberikan putih rasa ini
Takkan mampu aku rapuhkan rasamu
Selamanya~ 🎵🎶🎶

Udah sebulan engga nulis. Hmm.. sepertinya dia baik-baik saja. Semoga demikian.

il_fullxfull.1602055084_30jk

Intermezzo

Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
dan bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun…
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu…
Ibu…Aku sayang padamu…
Tuhanku….Aku bermohon pada-Mu
Sejahterahkanlah dia
Selamanya…

Teruntukmu, ibu dari salah satu ciptaan indahNya yang begitu kucintai. Itu tadi cuplikan puisi karya Chairil Anwar, Bu.. entah ibu pernah mendengar puisi itu atau sekedar mendengar nama itu atau belum.. yang pasti, cuplikan diatas tadi untukmu

Panggilan Spesial

Bu..
Kali ini tulisanku ingin kutujukan pada Njenengan saja.
“Tumben?” sahut netizens.

Iya Bu.. entahlah apa yang membuat hati ini tergerak demikian. Sekedar ingin. Sungguh kali ini ingin kutulis spesial untukmu.

.

.

Bu.. Mohon izin. Bolehkah kali ini aku memanggilmu “ibu”..? Jikapun tidak boleh untuk selamanya, aku ingin memanggilmu “ibu” kali ini saja.

Perkenalkan Ibu, aku adalah seseorang yang hidupnya pernah terwarnai dengan indah oleh untaian nada dan puisi rindu dari salah satu orang yang begitu berharga bagimu.
Aku bukanlah seorang putri yang hidupnya dipenuhi gelimang harta ataupun status sosial yang tinggi. Bukan juga seorang permaisuri yang parasnya juga kesehariannya dipenuhi  oleh jor-joran keindahan-keindahan dunia yang membelalakkan mata siapapun yang memandangnya. Bahkan bukan juga perempuan yang ibadahnya bisa dibanggakan oleh orang-orang yang mengaku bangga padaku..

Aku hanyalah sesosok manusia penuh kurang dan dosa, yang berharap menjadi shalihah sampai ending perjalanannya, juga memiliki harapan akhir hidup penuh kebaikan dan kebermanfaatan bagi sekitarnya.
Pun aku Bu, sekedar perempuan lemah yang sampai saat ini masih membutuhkan sosok bersebut ibu. Entah ibu yang bergaya lembut atau ibu bak heroin ia berpatut. Keduanya lengkap kuharapkan bisa mengisi lembaran kisahku.

Bu.. maafkan hati ini, tidak tau diri memperkenalkan pribadi yang bahkan sepertinya tidak pantas untuk sekedar menyebut namaku sendiri bersebab banyaknya titik hitam di dalam catatan lembar kisah hidup yang belum begitu berarti ini. Harapan kecilku, engkau bisa merasakan inginku yang begitu besar untuk setidaknya kali ini saja dekat denganmu, Bu. Walau kali ini saja…

Bu..
Seorang ibu itu katanya sangat luar biasa ya? Ah, tanpa bertanya pun aku bisa merasakan betapa hebatnya kiprah seorang ibu, Bu..

.

.

Ibuku kebetulan adalah perempuan hebat juga, yang dengan kuatnya menghadapi segala macam terjalnya jalan hidup sampai detik ini.
Ibu pasti juga orang demikian, ya?
Aku tau Bu, karena putramu pernah dengan khawatirnya membicarakanmu, pun berusaha menjagamu dengan segenap upayanya.
Jadi, pasti Ibu adalah sosok yang begitu berharga dalam hidupnya. Aku yakin ^_^

.

.

Hari ini hari spesialnya kan, Bu?
Mungkin jika aku bertanya demikian pada putramu, dia akan menjawab “tidak”, atau malah berbalik tanya, “apa yang spesial?” Gitu.

Haha iya sih, banyak hari spesial di hidupnya, Bu. Bahkan ketika dia hanya duduk di rumah bercengkrama berdua bersama princess legendaris kesayangannya itu aku yakin sudah merupakan hari yang begitu spesial buatnya 😊

.

.

Tapi apapun itu, aku pun yakin Bu, bahwa untuk perempuan, lahirnya seorang putra merupakan hal yang begitu istimewa. Mungkin ibu juga berpikir demikian.. atau malah tidak? Ah, apapun jawaban itu, aku tetap ingin berterimakasih kepadamu Bu, karena telah melahirkan putra kecilmu. Membesarkan putramu dengan baik dan tulus. Menjaganya dengan penuh kasih (meski beberapa saat hanya bisa menjaga dalam doa) sampai saat ini. Merawatnya hingga dia sekarang telah berusaha berganti merawatmu..

.

.

Terimakasih sudah menjadi ibu yang hebat baginya, Bu. .
Ibu yang dengan sabarnya telah menyerahkan segala hal yang dipunyai demi membesarkan putra kecilnya menjadi lelaki yang mandiri, yang aku yakin dengan kuatnya menghadapi cobaan dan ujian juga dalam membesarkan seorang putra hebat sepertinya.

Iya Bu, dia seseorang yang hebat. Sepertinya diwarisi juga dari ayahnya, sosok yang aku yakin engkau jaga dan layani di sampingmu dengan hebat juga, Bu. Kehadirannya begitu dinanti, Bu. Dinanti banyak orang. Dirindukan banyak teman. Kiprahnya dalam banyak hal pun tak lepas dari akibat kecerdasannya, multitalent. Luar biasa Bu.. Ibu pasti bangga memiliki putra sepertinya…

Pun terimakasih juga atas curahan kasih sayangmu padanya Bu, yang itupun lantas menurun kepada putramu yang begitu menghargai perempuan juga orang-orang di sekelilingnya. Yang percikan cintanya masih bisa kurasakan hingga waktu ini, yang aku pun yakin percikan itu juga adalah sifat pelukan cinta yang kau turunkan kepadanya, Bu. Hangaaaat sekali rasanya.

Terimakasih Bu, ibu yang 29 tahun silam melahirkan sosok yang begitu aku cintai sampai detik ini, yang entah akan sampai kapan aku menyimpan cinta ini untuk sosok yang terlahir darimu itu..

Iya Bu, maaf, aku masih menyimpan rasa ini untuk putramu..

🎧🎶
Rasakan melodi tanpa nada~
Kupergikan lara jauh merindumu🎵🎶🎶

Soal rasa itu, abaikan saja Bu. Aku sedang tidak terlalu mempedulikannya.. karena yang aku ingin pedulikan saat ini adalah rinduku padamu, Bu. Perasaan aneh yang muncul, karena kita baru sekali bertemu.

Harusnya aku menyatakan rinduku sejak dulu, Bu. Tapi maaf, aku baru bisa mengatakannya sekarang bahwa aku merindukanmu. Mungkin ini adalah perasaan rindu yang menumpuk beberapa bulan yang lalu, yang sudah terputus jalan saat “kami” berhenti di persimpangan, padahal kalimatnya belum sempat terucap. Yang kemudian meledak beberapa saat lalu. Dan baru bisa kuungkap dalam tulisanku kali ini.
Bu, jujur, aku berharap bisa bersimpuh di hadapanmu saat ini, menyatakan bahwa aku begitu menyayangi dan merindukanmu setulus hati, ibu yang putranya begitu aku sayangi.

Core of the Core

Maaf Bu, ekstrim sekali hawa di sekitarku. Sampai-sampai tulisanku terbawa suasana begini. Hmm..
Hujan belum turun di Baturetno, Bu. Gersang sekali disini.

.

.

Bu.. Hari ini, maaf sebelumnya jika tanpa memohon izin darimu terlebih dahulu, sebenarnya aku ingin mengucap sesuatu kepada putramu..
Jika ini adalah masa-masa SMPku, mungkin aku akan menulis sesuatu di kertas dengan tulisan tangan yang sengaja kubuat-buat dan kupastikan tidak mirip dengan tulisanku, kemudian mengirimnya diam-diam di meja kelas tempat ia duduk, lalu mendoakan semoga tulisan bertandatangan anonim itu dibacanya lalu ia merasa senang.
😅 jauh sekali otakku membuat bayangan seenaknya sendiri. Ibu pernah tidak merasakan masa-masa demikian..? Hihi. Lucu sekali Bu masa-masa cinta monyet anak-anak yang belum paham arti cinta itu sendiri.

Tapi ini bukan lagi masa SMPku, Bu. Jadi sepertinya kutulis disini saja ya ucapan untuk putra tercintamu itu 😊

Happy face yourself, Mas! which may be the hardest of all things to face.
Seberat apapun 29 tahun ini, semoga menjadi jembatan untuk bisa lebih baik lagi dalam melangkah ke depan. Diringankan langkah menuju kebaikan. Dimudahkan segala niat baik yang terlangitkan. Diberkahi di sisa usia yang kesempatannya masih diperkenankan.
Terimakasih Mas, sudah menjadi bagian dari kisah hidupku yang sedikit banyak menguras emosi dan kesabaran.

(Sambil berdoa;
Terimakasih Yaa Allaah, sudah memampirkan dia ke dalam kisah hidup saya. A part of my life. Kapan kapan lagi ya, Yaa Allaah? #eh)
😅

Gitu lah Bu, pokoknya 😄 aduh, rasanya sekarang aku ingin duduk berdua denganmu Bu di pagi ini, menatap matahari terbit lantas menikmati hangat sinarnya sambil berbincang banyak hal, ditemani segelas teh hangat di tangan kita masing-masing ^_^

Penutup

🎧🎶🎶🎶

🎵Hujan turun lagi~

Saat kulamunkan mimpi indahku

Bersamamu

Tepikan ragu yang kusimpan denganmu

🎵Kan kuteriakkan nadaku untuk semangat hidupmu

Kumiliki takdirku

Indah menemukanmu~ 🎶🎶🎶

Hedeeuuu~ teteeeuuuup aja, seindah apapun hari, ini lagu aing kok ya melo melo galo terus ya Bu 😅 mana belum hujan, liriknya udah hujan aja 😄 gapapa, semoga jadi doa.. Dan lagi, ibu patut berbangga, karena itu adalah lagu putramu kan Bu..?

.

.

Akhir tulisan, untukmu Bu, ibu dari pria yang begitu kucintai…

Bu, semoga ibu senantiasa dalam lindungan Allaah. Ibu jaga kesehatan ya.. juga semoga dilimpahkan segala berkah padamu, Bu.. I love you from this deepest heart.

20190627_090603.jpg

And.. ah, Happy Milad for your lovely sonshine! The best for him 😊💕

 

19 Okt ’19

⚘SNH

 

Note: Maaf ya Bu atas tulisan alayku yang panjang lebar tapi nggak tinggi-tinggi ini. Harap maklum. Mmm.. 😅

What Happened on the Crossroads

Aku masih terduduk, menunggu di persimpangan. Menatap orang-orang yang lalu lalang berjalan, yang terkadang bertubrukan lewat benang jalan takdirku dan takdir manusia lain yang bertemu, bergesekan. Ramai langkah-langkah manusia, tapi tanpa suara. Lengang.

5790_4_Klavier-Pixabay

Klavier Symbolbild, Quelle: Pixabay

🎧🎵 When you try your best but you don’t succeed~
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can’t sleep
Stuck in reverse 🎵🎶
When the tears come streaming down your face 🎶
‘Cause you lose something you can’t replace 🎶
When you love someone but it goes to waste 🎶
What could it be worse?
🎵🎶 Lights will guide you home~
🎶🎶🎶🎶

Hari ini, lagi-lagi aku ingin bercerita tentang apa yang belum lama kulalui. Tapi sepertinya akan kuceritakan cuplikannya mulai dari awalnya saja agar sedikit runtut jalan kisahnya. Ah, sepertinya ini nanti akan mirip diary online. Nikmati saja ya? ☺

Saturday Pekan Pertama

Hari ini tanggal tujuh September. Aku sampai rumah kontrakan ini hampir pukul 4 sore, sepulang dari memasukkan antrian jahitan kebaya untuk bridesmaid resepsi pernikahan temanku yang akan melangsungkan akad nikahnya tanggal 3 Oktober nanti. Aku sampai rumah beberapa menit sebelum masuknya pesan whatsapp seputar hal yang membuatku kembali bimbang malam ini. Bimbang lagi, bimbang lagi.
Iya, Mas. Dengarkan saja ya? Meski mungkin kau sudah bosan.

Wait. “Mas”..? Iya, aku masih ingin menyapamu. Jadi abaikan saja jika kamu tidak berkenan dengan sapaan itu. Cukup skip kata tersebut, lalu lanjutkan saja perjalananmu membaca kisah ini 🙂

.

.
Ini hari Sabtu, Mas. Weekend. Seperti biasa, hari ini dianggap sebagai hari yang menyebalkan bagi sosok-sosok single sepertiku.
Juga hari yang berat bagi jiwa-jiwa yang pernah terikat. Seringnya demikian. Tapi malam ini, ada satu jiwa yang terlihat acuh dengan kondisi laranya. Dia, bahagia.

.

.
Laki-laki ini tersirat begitu senang saat mendapat balasanku yang mengiyakan ajakan makan malamnya, Mas.
Dia mengajakku sore tadi. Aku dengan segala kebimbanganku begitu lama memutuskan. Sampai akhirnya kisaran pukul 19-an, dia memutuskan menjemputku. Dan aku yang belum lama menguapkan embun mataku akibat teringatmu ini bergegas mengenakan jilbab dan tas yang warnanya sedikit menyimpang tapi masih bisa ditoleransi untuk sekedar dibawa santai. Tak lupa kacamata minus yang kini menemani perjalananku sehari-hari.

.

.
Dia menghentikan motornya di parkiran yang sama dengan parkiran kita pertama kali memutuskan untuk bertemu. Entah apa yang membuatnya memilih tempat makan itu, tapi bagiku dia melakukan kesalahan, yang sayangnya aku tidak bisa mengingatkannya bersebab tak ada alasan untuk menolak kesana. Aku duduk. Bersyukur tempat makan yang dia pilih tidak sama dengan tempat makan kita saat itu, Mas. Namun tetap saja, bayanganku penuh tentangmu.
Lagu “Pelangi di Matamu” dinyanyikan oleh grup penyanyi disana –yang aku tidak tertarik untuk mencari tau tentang siapa saja personilnya. Lagu lama yang menemani makan malam kami, which is hal itu sempurna membuatku melamun di depan laki-laki ini. Lagu pertama darimu untukku yang kamu senandungkan dengan melodi khas darimu. Mengangankan kembali bagaimana nadamu melantunkannya padaku saat itu, melayangkan bayang tentang kata “kita” yang bagiku masih begitu bermakna, pun semakin lekat terasa sentuhan artinya saat reffnya terdengar sampai ke telingaku. Mendobrak paksa perasaanku. Luluh.
.
.
Dia yang ada di depanku menyodorkan berbagai cerita padaku, Mas –yang tidak kujawab jika itu bukan pertanyaan. Aku masih saja pendiam, yang terlihat masih selalu bertindak sebagai perempuan berparas angkuh dan sok lembut di depan manusia. Sejatinya? Tak ada yang tau kecuali aku dan orang-orang yang kupilih.
Entah apa yang dia pikirkan, malam ini dia terlihat begitu menikmati makan malamnya. Aku? Berusaha saja kunikmati seporsi chicken steak yang bagiku kuahnya masih kurang itu.
Lalu menikmati prosesku beradaptasi dengan obrolannya yang semakin lama semakin kurasa hambar, terlebih saat akan berpamit. Aku, terus memandangi tempat bekas kita duduk. Juga memandangi penyanyi yang sedang “manggung” disana, menyanyikan lagu berikutnya dari Seventeen berjudul “Kemarin”.
#exhale~

Purnama ke-15

Berpindah masa, berganti cerita. Hari ini hari Minggu, sering kusapa sebagai Ahad. 15 September 2019.
Kamu tau, Mas? Aku suka kerlipan lampu. Entahlah, begitu menenangkan ketika jutaan kerlipan itu terpajang diantara pekatnya malam. Termasuk kerlipan bintang diatas sana. Tapi sungguh, semalam kerlipan lampu yang menemani pekerja di PLTU begitu membuat terbelalak mataku ini memandangnya. Indaaaaah sekali Mas, pemandangannya dari atas sana, dari tanah yang lebih tinggi dari tempat bangunannya dibangun.
Iya Mas, semalam aku pergi ke PLTU. Tidak, bukan memasuki tempatnya. Aku sekedar menikmati pemandangannya di atas jalanan aspal, tepat di belokan yang dulu aku sempat berhenti disana sepulang dari Bromo.
Benar-benar indah susunan kerlip dari bangunannya, sinarnya, pantulannya. Terekam jelas di memori hasil potret alami dari anugerah mata dariNya ini.

20190921_155049

Hari ini hari pertengahan di Bulan September. Itu artinya semalam adalah malam purnama. Iya Mas, aku bisa menikmati purnama sebagai point of interest langit September ke-15 semalam, di daerah sekitar PLTU itu. Purnama yang sempurna, yang sempat kuceritakan di beberapa kalimat sebelum ini.
Aku sungguh lekat memandangnya yang tergantung dengan begitu ajaib di atas sana. Hasil ciptaan Sang Maha yang begitu mempesona, indah dan rapi tak terkira.
Entahlah aku memikirkan apa, Mas. Aku terpana melalui tatapanku pada rembulan yang nampak asli kokoh diantara arakan mega yang membuatnya menawan itu, dengan gerakan samar seperti menggelinding melintasi awan-awan malam. Cuek sekali melihatku yang sesekali bermain bersama anak kucing liar yang masih imut-imut itu. Kitten yang sepertinya remaja nanti ia akan menjadi super manja. Qodarullaah, suasana begitu damai, Mas. Angin sepoi lembut menimpa wajah, sedikit dingin, tapi dinginnya bisa teralihkan oleh cahaya-cahaya di tanah pembangkit listrik tenaga uap di seberang sana.

.

.

Tidak hanya sapuan angin, tetapi purnama yang sepertinya juga menjadi saksi ramainya Pacitan oleh Rontek tahun ini seperti tahu apa yang aku butuhkan. Iya, cahayanya begitu benderang, menyinari bumi Pacitan ini, menyapu rata tanah di kota kecil yang kuinjak kini, turut mendukung damainya suasana malam ini. Membuat aku yang bukannya ikut senang meramaikan Rontek di pusat kota melainkan malah menepi di bagian timur –entah di desa mana ini, betah berlama-lama memandangi kerlipan-kerlipan itu sampai larut. Tanpa terganggu mendung sedikitpun.

20190917_084056

Blur is life. Hahaha

🎧 I’m sorry but~
Don’t wanna talk.
I need a moment before i go🎵

Rasanya bersyukur sekali bisa mengingatmu dalam tenang seperti malam ini, Mas. Dengan damai di bawah sinar rembulan dan pancaran cahaya-cahaya indah berkerlipan.
Maaf mas, memang sekali waktu aku kembali teringatmu. Dan memang sampai saat ini aku masih saja belum bisa menghapusmu. Aku sungguh membutuhkan waktu untuk bisa benar-benar pergi jika ianya adalah seseorang yang begitu berarti. Iya Mas, aku masih saja terduduk disini. Di persimpangan jalan saat kamu memutuskan berbelok pergi sendiri sedangkan aku masih dalam kebimbangan harus mengikutimu atau menuju cabang jalan yang satunya lagi. Jika aku berbelok ke arahmu, cahayaku hilang, dan aku tidak bisa menjamin apakah aku bisa menemanimu dengan baik karena kehilangan cahayaku, juga tidak bisa menjamin apakah aku bisa kembali menemukan jalanku di tengah jalan bersamamu. Maka aku memilih berhenti. Disini. Menunggu takdir apa yang menujuku nanti.

.

.

Aku berusaha merawat diriku sendiri, Mas. All of my medicines disertai tempat-tempat yang kukunjungi: Trenggalek, Blitar, Grup “Koplag”, Bukit Teletubbies, Pasir Berbisik, Bromo, Pancer Door, Teleng Ria, Girimanik Waterfall, Beiji Park, Bukit Bintang, kerlipan PLTU, Yogyakarta dan tempat-tempat lain, yang dengan begitu indahnya telah mencoba menghiburku, namun sedikit kusia-siakan karena niatku yang hanya sekedar melampiaskan akibat-akibat dari sayatan di hati saat itu.
Waktu yang tidak singkat, Mas. Waktu yang waktunya sendiri menjadi lebih lama dengan setiap harinya dibayang-bayangi oleh mimpi tentangmu, suaramu, pertemuan denganmu, obrolan yang menyebutkan namamu, dan segala hal yang bersangkutan denganmu. Belum lagi perasaan cemburuku, yang masih saja selalu mendesak, membuat jalan nafas sedikit sesak, berakibat refleks basah di ujung kelopak.

.

.

Iya Mas, aku masih sering cemburu. Cemburu dengan dia yang selalu bisa ada di dekatmu. Siapa..? Banyak. Teman-temanmu, pasienmu, rekan kerjamu, keluargamu, dan siapapun itu. Aku cemburu karena mereka bisa ada di sampingmu sepanjang waktu. Bisa senantiasa bercengkrama denganmu kapanpun mereka mau. Bisa dengan mudahnya menghubungimu saat mereka ingin menghubungimu, entah sekedar obrolan biasa atau itu suatu kebutuhan. Sedangkan aku…
Aku yang kini bahkan ketika membutuhkanmu, benar-benar saat membutuhkanmu pun, harus mencari orang lain, siapa kiranya yang bisa membantuku selainmu. Hah, apalagi ini haha.

.

.

Tapi tenang saja Mas, ingatan-ingatan itu kini tidak seberantakan tulisan-tulisanku yang telah lalu.
Hanya seperti saat aku masih merasa nyaman bersamamu saja Mas -yang kini pun nyatanya masih kurasa nyaman meski itu sekedar bayanganmu. Sungguh berbeda dengan saat aku dilanda kalut kala itu. Berkat-Nya, Mas. Sungguh apa daya aku tanpa doppingan-doppingan dariNya. Kusyukuri sekali damai memori malam ini. 😊

Langit September ke-19

Kau membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya, apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima sepenuh hati…
.
.
Pukul 11 menjelang siang. Novel “Rindu” ini masih saja sering kubuka. Aku belum mengantuk. Ngga tau nanti kalau habis Dzuhur. Hari ini seharusnya aku libur kerja, tapi harus memasuki shift temanku, Indri, yang dulunya dia sudah memasuki shift kerjaku sehingga aku harus membayar kebaikannya itu di hari ini. Nanti.
Bab di novel ini banyak sekali, Mas. Aku susah payah menamatkannya. Kuseling dengan buku bacaan lain saking tebalnya. Tidak bosan, hanya sedikit berat karena sedikit mengajak berpikir 😁
Maka aku mendapat sedikit banyak pelajaran juga dari buku itu. Sering kucuplik kalimat-kalimat kerennya. Termasuk yang sudah kutulis di paragraf di atas tadi, di bawah subjudul kali ini 😊

.

.

Maka Mas, demi memahami cuplikan kalimat berat tadi, sungguh itu artinya aku sama sekali tidak membencimu. Justru aku masih begitu menyayangimu. Sangat menyayangimu. Hanya ketika ada satu keputusan itu, kala itu ada perang dadakan yang muncul di otakku. Maka saat itu juga kemungkinan terbesar yang ada hanyalah aku sedang membenci diriku sendiri. Diriku yang tidak mampu mencegah kejadian yang dihadapkan di depanku, mencegah sesuatu yang aku benci, yang aku tidak bisa menerimanya detik itu juga. Iya Mas, aku sejatinya membenci diriku sendiri. Diriku yang belum mampu menerima “petir” dariNya, yang masih begitu kurang ilmu untuk bisa memahami situasi kondisi. Nyaris berakibat fatal bersebab banyak “tapi”.
Maka Mas, semoga setelah ini aku benar-benar bisa memaafkan diriku sendiri… Itu salah satu harapan kecilku di bawah langit September ke-19 yang dibuatNya begitu biru hari ini. Warna langit yang kusukai. Semoga terkabul 😇🌹

Sebuah Tanya

Mas, dalam perjalanan sejauh ini, kenapa otakku seringkali memaksa berpikir sedikit lebih berat, ya? (Emang dasar’e dari dulu sukanya hal sepele dipikir kedaleman, hal kecil dipikir berat. Salah siapa?) 😅
Yaudah sih. Lanjut
😁
Padahal bahagia itu terkadang hanya soal ketika kita berhenti berpikir “jika” dan “seandainya”.
Gitu ngga sih, Mas? Hehee..
Tapi Mas, ini tentang masa depanku.
Mmm.. Mas, boleh aku bertanya?
Tidak akan kutunggu jawabanmu, meski aku berharap kamu bisa menjawabnya 😊

.

.

Jika.. Ini baru sebatas jika, Mas.
Jika saja, laki-laki yang sempat kuceritakan di tulisanku sebelum ini, di awal-awal tulisan tadi, dia benar-benar serius ingin denganku, apa aku salah jika aku menjawab bahwa aku tidak bisa melanjutkan perjalanan bersamanya..?
Apa aku sungguh akan dibenci jika menjawab bahwa dia bukan sosok yang aku cari..?
Apa aku benar-benar akan terhina jika aku kembali menolak seseorang yang dengan baiknya mengorbankan apa yang dia punya untukku?
Bagaimana jika dia merasa berkorban sedangkan aku dianggap tidak menghargai pengorbanannya..?
Mas, aku tidak pernah meminta dia menyukaiku… Toh perasaan suka adalah fitrah dariNya, bukan?
Dan, Mas… bukankah itu bukanlah sebuah ketulusan pengorbanan jika jiwa masih merasakan kalau diri sedang berkorban..? Maka bagaimana..? Bagaimana langkahku selanjutnya..? Ah, bahkan kini aku masih berhenti melangkah. Khawatir salah arah.
Hei Mas, bahkan dari saat ini aku tahu bahwa aku tidak akan bisa bersamanya…
#exhale~
.
.
Kini subjudul wordpressku kali ini bukan hanya “sebuah tanya”, tapi bercabang menjadi banyak sekali tanya. Entah kapan akan terjawab. Kita tunggu saja 🍃🍃🍃

IMG-20190916-WA0001

 


~S.N.H

A (not) Sweet “Good Night”

e99a932dc14dad16ff531af116b85bad

Taken from: Pinterest

🎧
🎵🎶🎶
Bagaimana caranya ‘tuk buatmu kembali
Tersenyum manis bahagia
Bersama diriku~ 🎶🎶🎶
(Eh salah ngga sih liriknya? Ah tau deh ah)

The Sign

Mas.. hari ini aku di rumah. Mudik. Tanpa mengetik kalimat pamit kepadamu sebelum berangkat. Seperti biasa, aku motoran, dengan Vega hitamku yang sudah 9 tahun menemani perjalananku sejauh apapun jarak tempuh membutuhkan waktu.
Seperti beberapa hari sebelum ini, aku ingin cerita. Sekedar bercerita, Mas. Mungkin saja akan kubumbui dengan kalimat basa-basi yang tentunya tidak terlalu indah sebagai sapa. Dan mungkin juga paragrafku nanti akan terasa sedikit lebih hambar dari biasanya. Meski yang biasanya pun juga tidak terlalu bisa dinikmati dalam hal estetika dan rasa.
Mungkin yang bisa dinikmati hari ini hanyalah lagumu di bawah judul tulisanku diatas kali ini.

.

.

Mas, kamu suka senja? Aku suka, Mas. Sukaaaa sekali. Menurutmu, apa yang lebih indah dari sebuah senja?
Bagiku, pertemuan, Mas. Pertemuan itu indah sekali. Terlebih jika ianya adalah pertemuan yang diharapkan. Pertemuan yang dinantikan. Pertemuan yang dirindukan.
.
.
Mas.. Kamu tau? Kemarin ada yang bilang aku cantik. Tapi Mas, aku tidak terlalu mengenal orangnya, sekedar aku tau namanya dan dia keluarga siapa, itu saja. Dia tau aku ketika aku masih tinggal di Sirnoboyo kala itu. Iya Mas, dia saudara temanku yang rumahnya kutinggali itu.. Dia sempat melihatku di hari pernikahan temanku itu. Di Kampoeng Pacitan, sebuah resto berlingkungan nyaman yang lebih dari cukup untuk sekedar memberi kesan, dia ternyata memperhatikanku.
Mas, orang itu selain bilang aku cantik, dia juga dengan segenap kepedeannya bilang kangen kepadaku. Dia pun sempat mengetik kata-kata cinta, Mas. Entah apakah itu kalimat sengaja atau dia benar-benar tidak sengaja membuat ketikannya itu menjadi kalimat yang dia kirimkan padaku. Bukan pengungkapan, tapi aku tidak paham maknanya. Anggap saja aku gagal paham. Hanya aku tau arah bicaranya suatu saat akan kemana. Iya, ada beberapa tanda, yang siapa saja pasti akan menebak hal yang sama apa tujuan akhirnya. Dan kamu tau, Mas? Aku, kurang nyaman dengan hal itu.

Imaji yang Semakin Pekat

Rasanya aku ingin meminta tolong padamu, Mas. Minta agar kau di depanku, bertindak sebagai bentengku bahwa aku tidak bisa sembarangan digoda oleh para lelaki yang mendadak berperan sebagai pahlawan itu.
Tapi Mas, di saat yang sama, aku merasa seperti kamu telah menaruh hati pada seseorang yang aku sendiri tidak tau siapa. Mas, ada apa..? Kenapa dengan perasaanku..? Bisakah aku menerima klarifikasi darimu malam ini juga jika bisa kutunggu..? 😢 Baik. Sepertinya “jumpa pers” tentang perasaanmu itu masih hanya menjadi harapku yang masih saja semu.

.

.

Mas.. Hari ini bahkan aku merasa bahwa aku benar-benar akan berkata padamu tentang berpamit suatu saat nanti. Entah kapan, Mas. Tetesan ini kembali merinai seperti hujan. Padahal ini masih kemarau. Memekatkan imaji seputar saat kamu dan aku duduk lantas aku mengatakan segala hal yang akan menjadi masa depanku, tapi tidak bersamamu.

Saat ini, peran Minke dalam novel Bumi Manusia seperti masih melekat di dalam jiwaku. Membuat aku merasa bahwa aku yang berperan sebagai seorang Minke itu akan ditinggalkan seseorang bernama Annelies, dalam wujud lain, dalam masa yang berbeda. Reinkarnasi mungkin?

Mas, aku masih takut. Takut jika aku bersama orang lain nanti aku masih terbayang olehmu. Takut jika kenangan-kenangan yang terlalu manis itu datang di saat aku membangun cinta. Takut jika memori itu membuatku membandingkan kamu dengan dia yang entah siapa akan menjadi imamku. Dan… takut jika kekhawatiran yang berlebihan ini terjadi.

.

.

Mas, jika suatu saat aku memang ditakdirkan bersama orang lain dan tidak bersamamu dalam bahtera bersebut rumah tangga itu, kuharap aku benar-benar bisa melupakanmu. Menyimpan rapat dan kedap segala hal tentangmu, tentang kita, yang sampai detik ini masih suka sekali berkeliaran seperti awan menjelang musim penghujan.

Mas.. sampai detik ini juga, aku bersyukur sekali bahwa aku masih bisa bersyukur. Jujur saja Mas, aku lagi-lagi takut jika aku, menjadi seseorang yang benar-benar tersesat setelah ditinggalkan oleh seseorang yang ingin kudekap begitu erat. Karena seperti yang telah kamu tau, aku sempat sedikit depresi kala itu. Kalimat-kalimat yang tidak sadar membuatku mengetik dan berbuat seperti seolah bukan aku di hari biasanya. Aku, yang seperti tidak menjadi aku kala itu.

Rapunzel di Sela Senandung Sendunya

Trus aku kudu ngapain di kastil..? Diem doang sampai maut dateng? Udah sendiri, ditutup rapat, dikunci pula. Dengan tempelan berjuta peraturan di dinding untuk harus ini itu begini, buat apa? Cuma buat 1 orang yang inginnya hanya kabur, kabur dan kabur, yang akan begitu bersyukur ketika bisa bebas meski sementara. Masih untung ruangan ini tidak pengap” ~keluh Rapunzel di sela senandung sendunya.

Karena kamu begitu berharga,” bisik seseorang. Membuat Rapunzel dengan mudah melanjutkan tangisnya yang belum lama pecah. Mensyukuri bahwa tidak ada pasung di dalam kastil mirip penjara ini.

.

.

Mas, itu cuplikan dongeng ngarang yang aku ketik saat aku sedang dalam kondisi gabut seperti sekarang ini. Sejak awal, aku merasa seperti seorang Rapunzel yang dikurung di dalam kastil. Sejak kecil, Mas. Aku tidak bisa dengan bebas bermain seperti anak-anak yang lainnya. Pekerjaanku hanyalah belajar, membaca, mengaji, taat pada orang tua, sopan pada siapa yang datang ke kastil, berlatih lembut pada siapa atau apapun yang hadir di depanku. Bahkan televisi pun jarang sekali mengeluarkan suara dan gambarnya karena dipaksa mati di jam-jam yang dikhawatirkan mengganggu proses dewasaku nanti. Benar-benar terdidik sebagai seorang putri. Bahkan Mas, kamu tau? Aku sempat dikatakan “putri solo”, yang sayangnya aku lupa siapa saja yang mengatakannya. Entah apakah sebagai pujian atau malah sebagai bahan olokan karena aku begitu “lemah”. Yang jelas perasaanku sedih sekali kala itu.

.

.

Tapi aku harus mensyukurinya kan, Mas? Iya. Masih banyak hal yang masih harus kusyukuri. Setidaknya aku masih bisa belajar banyak hal, meskipun banyak juga hal yang sebenarnya bisa kukembangkan jika aku bermain lebih jauh lagi.

Duh Mas, kok tulisanku jadi kesini ya arahnya? Ga nyambung banget wkwk. Tapi ya gimana, masalahnya di kastil aku tidak diajarkan tentang bagaimana mengobati hati yang patah karena cinta. Maka sampai kini aku terkadang masih suka nyasar menyikapi orang yang patah hati ataupun diri yang dipatahkan dengan cara yang hampir saja menurutku tidak lagi manusiawi.

Eh, udah ya, udah udah. Balik ke topik awal aja gimana? 😅 Anggap saja curcol semata.

Kekhawatiran

Atas nama pelampiasan, penolakanku untuk orang yang kuceritakan di awal tadi sepertinya cukup komplit untuk dijadikan sebuah alasan dia akan membenciku pada akhir perpisahan yang aku tidak tau kapan.

Mas, aku harus bagaimana..? Bagaimana jika dia yang awalnya berkata aku cantik malah berbalik mengolok-olok? Bagaimana jika dia yang awalnya mengungkap rindu padahal baru pertama dia bertemu malah berubah menjadi tak tau malu mengumbar burukku..? Bagaimana jika dia yang sempat bilang cinta tapi perasaan itu tak kuterima malah berbelok lidah mencaci atas nama benci?

.

.

Ah, lagi-lagi aku menanyakan hal yang mudah sekali jawabannya. Bukankah jawabannya adalah “tidak apa-apa” dan “apa salahnya”?

Mas… ini semakin membuatku trauma…

Hah~
Yowes Mas. Aku letih.
Inhale – exhale seperti sudah tidak terlalu mempan untuk memberikan solusi. Yah tapi setidaknya masih bisa sedikit menenangkan otak kiri.
Baiklah mari kita akhiri saja tulisan hari ini dengan sedikit bersenandung agar tetap waras hati 😄😄😄

🎧
🎵🎶🎶
…. Mungkin~
Ku tak akan mampu
Menghapus dirimu melupakanmu~
Selalu tentang dirimu
Yang aku puja, dan terus  mengenang.. 🎵🎶🎶🎶

Yaelah tetep aja yak senandungnya melow 😅
Ganti aja kalimatnya: Baiklah. Mari kita akhiri tulisan hari ini dengan cuplikan gambar yang sedikit menyiratkan sebuah harapan dan ucapan selamat malam.

IMG-20190903-WA0000

Taken at: Teleng Ria, Pacitan, Jawa Timur

Mimpi yang indah ya, Mas.

 

~S.N.H.

Surprise!

Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. [Al-Hadid/57:4]

Colourful-content-creation-by-Marianne-Taylor-07

Taken from: Pinterest

🎧
🎵🎵🎵
Lihatlah luka ini yang sakitnya abadi
Yang terbalut hangatnya bekas pelukmu
Aku tak akan lupa tak akan pernah bisa
Tentang apa yang harus memisahkan kita~ 🎶

🎶 Di saat ku tertatih tanpa kau di sini~
Kau tetap ku nanti demi keyakinan ini 🎶🎶🎶
🎸🎼
🍃🍃🍃

Kotak Kuning Garfield

Bismillaah..
Mas, maaf, hari ini aku kembali akan berkisah kepadamu.
Bukan mengeluh. Sekedar bercerita. Maka tolong maklumi saja sapaan “Mas” di dunia tulisan ini yang bisa saja masih akan mengganggumu di beberapa hari ke depan ya..
.
.
Mas.. hari ini aku kembali dikejutkan oleh sesuatu. Tenang Mas, itu bukan mimpi tentangmu lagi seperti tulisanku yang sudah-sudah, yang mungkin membuatmu trauma akan ceritaku.
Tadi pagi, selepas jaga malam, tepatnya malam ketigaku yang artinya hari ini aku libur, aku yang masih berjaga menanti pergantian shift pagi ini menerima bunyi nyaring bel di tempatku berjaga. Kukira ada resep datang. Tapi ternyata seseorang mengantar bungkusan besar di dalam plastik hitam yang katanya paketan. Kutanyai untuk siapa, dia menjawab bahwa itu untukku. Kubuka, benar itu paketan. Tapi sebenarnya paketanku hanya kecil Mas. Terletak di atas kotak besar yang berbungkus kertas kuning glossy bergambar tokoh kartun Garfield. Aku penasaran sekali kotak apa itu. Tapi rasa penasaranku kutahan dengan diliputi ragu. Aku menerimanya, sembari mengucap terimakasih yang sedikit kukeraskan nadanya karena orang itu berlalu dengan buru-buru, mungkin sedang ditunggu sesuatu.

.

.

Jam pergantian shift sudah tiba Mas, dan aku beranjak pulang setelah mengisi buku operan jaga. Sepanjang perjalanan pulang aku masih berpikir, isinya apa. Kontrakanku terlihat, dan aku mulai memasuki gerbang samping rumah dengan Vega yang masih setia menemaniku sejak SMA itu. Setelah membuka pintu, aku langsung mengambil cutter, membuka perlahan paketanku yang benar-benar paketanku. Oke, sudah sesuai pesanan yang aku checkout beberapa hari yang lalu. Lantas pandanganku berpindah ke kotak yang sedikit lebar itu. Kubuka, dan ternyata memang itu kado untukku. Tak lupa dilengkapi ucapan doa untukku, yang semoga benar-benar terlantunkan meski tanpa langsung diucap ketika bertemu. Dia juga mengirim kata maaf atas keterlambatannya, lengkap dengan penjelasannya bahwa dia sudah menyiapkannya untuk diberikan di tanggal enambelas bulan lalu, tapi qodarullaah urusan manusia tidak hanya satu. Dia belum diizinkan memberikan kadonya untukku.

Mas, aku hanya bingung. Aku harus bagaimana. Sejauh ini aku hanya bisa diam dan menerima saja ketika ada laki-laki yang memberiku hadiah. Tapi aku merasa seperti ada hal yang harus kulakukan balik pada mereka. Hanya saja disaat yang sama aku juga merasa kalau hadiah ya hanya sekedar hadiah. Mungkin istimewa, ada doa disana, tapi apa yang harus aku lakukan setelahnya itu yang bagaimana. Aku ingin tau Mas, kalau kamu di posisiku, kamu akan berbuat apa?

Apakah rasa terimakasih saja sudah cukup, Mas? Atau aku harus lakukan apa..? Apa kau tau Mas, aku yang memang sejatinya dingin ini mungkin banyak berdosa pada orang-orang baik seperti mereka. Mereka berbaik memberi, sedangkan aku membalas tanpa ekspresi.

Tebak Dia Siapa

Mas, kenapa begitu banyak orang yang aku buat jatuh pada pandang pertama. Aku sungguh merasa bersalah, Mas. Membuat orang secepat itu memutuskan menaruh hatinya padaku dengan mudah. Berkorban untukku, sementara aku tidak meminta, bahkan kadang tidak menyangka. Dia bukan orang pertama yang jatuh hati pada diri, tapi sudah kesekian lelaki, yang bahkan banyak dari mereka tanpa ada kesempatan secuilpun untuk bisa memiliki diri dan juga hati ini.
Hah~
Aku harap dia tidak terpaksa menyayangiku Mas, pun tidak memaksa untuk aku harus kembali membalas rasa itu. Seperti aku padamu.
Mas, soal ini, aku hanya takut jika aku memberi mereka harapan jika aku menerima apapun yang mereka berikan… Apa aku salah, Mas? Omo~
Sungguh aku saat ini menginginkan jawaban langsung darimu 😢

Eh iya Mas, kamu belum tau ya siapa yang mengirim hadiah tadi untukku?
Mas, dia lelaki yang sempat membuatmu cemburu di mobil yang mengantarmu seminar bersama apoteker-apoteker lain pada hari Ahad kala itu.
Tebak saja sendiri siapa orangnya.
Padahal Mas, sudah kutolak berkali-kali, dibantu “ayah” juga menyampaikan penolakanku terhadap perasaannya, tapi dia tetap saja masih memberi hal yang aku tidak sangka, Mas. Hadiah. Maka aku kini kembali menerima hadiah dari laki-laki yang menyayangiku, tapi tidak sebaliknya. Aku, netral padanya.

At Least, We’re under the Same Sky

20190508_110021

Mas, langit di jam aku menulis ini sedang cerah. Biru sekali. Nyaris tanpa awan. Ada burung gereja yang mampir di samping rumah juga Mas, berkicau riang. Maka meski aku tidak mendapat jawaban darimu atas pertanyaan-pertanyaanku diatas tadi, aku tetap bisa menikmatinya. Lihatlah, Mas, semesta begitu menenangkan pagi menjelang siang ini. Membuat aku lupa akan masalah-masalahku beberapa putaran yang lalu.

Aku bahagia Mas. Bersyukur. Setidaknya kita masih berada di bawah langit yang sama. Kamu, masih bersamaku.

Dan… yah, semoga dia yang memberiku hadiah juga berpikir hal yang sama. Maksudku, bisa saja perasaannya kecewa, tapi masih bisa bersyukur.

.

.

Soal hadiah, Kakak bilang aku terima saja, Mas. Tidak ada salahnya. Toh itu sebatas hadiah bagiku. Semoga baginya yang memberi juga demikian, Mas. Semoga bukan ungkapan yang lain, karena tulisan dalam ucapannya pun berupa doa-doa harapan berkah untuk sisa usiaku.
Ah tapi aku benar-benar ingin mendengarmu bertutur tentang pandanganmu seputar ini dalam kacamata laki-laki, apakah aku harus menerima hadiah ini atau tidak, dan bagaimana aku seyogyanya menyikapi dan bertindak.

Ya sudahlah, Mas. Apapun harapanku tentangmu, hari ini aku hanya sekedar ingin bercerita lagi. Menumpahkan sebagian isi pikiran dan hati yang sebenarnya masih penuh denganmu ini. Menata memori yang terasa berantakan agar kembali sedikit lebih rapi.
Mas, aku belum akan pamit. Mungkin esok lusa atau kapan saja saat aku dan kamu memang sudah nyata tidak bisa bersama, aku baru akan menyampaikan baris-baris ucapan selamat untuk kita. Iya, untuk masing-masing kita. Tapi sungguh tidak sekarang. Karena aku yang masih dipenuhi harap yang kulambungkan ini juga masih belum bisa menebak, seperti apa takdir kita di beberapa masa di depan sana. Hanya bisa bersabar dan bertahan dalam baik sangka padaNya. Masih meniti asa yang tidak kunjung hilang karena ternyata masih tersisa goresan pena yang membentuk kata cinta. Masih belum sanggup menghapusnya.

.

.

Baik. Sebelum semakin liar dan sampai kemana-mana, kuakhiri saja ya, Mas. Haha. Selamat bekerja ya, Mas. Ini hari Senin kan? Besok pasti kamu lebih sibuk dari hari ini. Semoga sehat-sehat saja kamu disana. Allah bersamamu, insyaaAllaah.. 💕

 

~SNH

Teruntuk Sebuah Nama di Bumi Manusia

🎧
🎼🎼🎼
Aku tersesat menuju hatimu
Beri aku jalan yang indah~
Izinkan ku lepas penatku
‘Tuk sejenak lelap di bahumu~

🎵Dapatkah selamanya kita bersama
Menyatukan perasaan
Kau dan aku~ 🎶🎶🎶

large-1

Taken from: Pinterest

Rekaman Kejadian

Aku bingung mau memulainya darimana, Mas. Malam ini aku hanya ingin bercerita kepadamu..

“Mas”?
Haha. Aneh ya.
Maaf, aku ingin memanggilmu “Mas” akhir-akhir ini. Tepatnya selepas aku melihat tayangan “Bumi Manusia” di Yogyakarta yang baru 3 hari rilis kala itu..
Baiklah. Aku tak peduli. Aku lanjutkan saja tulisanku yang mungkin beberapa menit ke depan akan semakin tidak karuan.

.

.

Mas, malam ini aku hanya ingin menuliskan segala hal tentangmu. Mungkin akan sedikit tersisip kata “kita” juga. Entah kamu masih menyimpan memori itu atau tidak. Yang pasti, kala itu, aku bahagia. Malam ini juga, tapi aku tidak tau apakah ini perasaan bahagia atau sedih tak terkira. Tapi sepertinya ini bahagia kok, Mas. Karena aku tidak menyesal sedikitpun saat menulis ini.

Mas, malam ini, putaran episode salah satu kisah kembali menjelma menjadi hologram halu di depanku. Aku, melihat di depan mataku ini terputar rekaman salah satu moment penting yang pernah terjadi di hidupku. Moment yang benar-benar membuatku tersenyum. Bahagia selepasnya.
Kamu tau Mas apa itu?
Itu adalah moment ketika kamu asyik bercerita tentangmu. Tentang segala hal di kehidupanmu. Tentang sekelilingmu. Pekerjaanmu. Hobimu. Bahkan masa lalumu (-kalau yang ini sih memang aku sengaja nanyain).

Dan… Mas, kamu tau? Aku, merasa nyaman dengan hanya menjadi pendengarmu. Menikmati cara bicaramu. Kamu juga tak luput membumbuinya dengan candaan receh yang tapinya berhasil membuat aku yang keras ini luluh. Hah~ Mas, aku bisa jatuh cinta (lagi) kala itu. Selepas aku terhempas oleh badai yang sengaja dibuat oleh seseorang bersebut mantan. Iya, terhempas. Karena kami tidak berpisah dengan baik-baik saja. Kasar. Tidak lembut seperti ombak di pantai. Sudah. Lupakan. Itu tidak penting. Yang penting kala itu adalah dirimu. Benar-benar hanya dirimu.
Nah, kan, pikiranku sedikit konyol kan malam ini, aku membayangkan kamu berperan sebagai salah satu cream bermerk D*rmatix coba Mas, yang berhasil menghilangkan bekas luka. Iya bekas luka, soalnya lukanya udah kering. Duh..haha. Kelepasan ketawa jadinya nih aku 😂 sowwy… 😄

Sebuah Pertemuan

Seingatku, kala itu aku masih saja belum berani menatapmu ya, Mas. Kamu tau kenapanya? Jawabnya adalah aku khawatir jika aku semakin tenggelam, ketika padahal kita masih perkenalan. Awal. Maka kumasih takut bahwa aku hanya dihipnotis oleh harap. Disebabkan juga aku adalah seseorang yang mudah terjatuh karena ketulusan tatap. Maaf kujawab disini. Yang entah kamu sempat membacanya saat hidup di dunia ini atau tidak.

Mas, mungkin di awal pertemuan dulu kamu sudah merasa ada yang aneh denganku, kenapa moment yang hitungannya penting itu malah aku buat sedikit berantakan dengan tampilanku di depanmu. Mungkin kamu pun membatin, “cah iki kencan kok ra dandan blas“. Hahaha. Aku membayangkan bagaimana ekspresimu saat itu 🙆

🍃 Tapi pertemuan awal selalu penting yang kekurangannya tidak akan digubris oleh siapapun yang sedang dilanda asmara. Iya, kulihat kamu memaklumi pertemuan pertama. Aku tau bahwa kamu memaklumi itu, saat kamu bilang, “Sebagai perempuan, kamu cantik”. Hah~
Entah itu konotasi atau memang perempuan itu cantik sebagai denotasi. Yang jelas aku pun tak menggubris. Karena akupun terpana dengan kalimat-kalimatmu yang semakin lama semakin membuat aku merasa bahwa kamu sudah menemani jalanku.

.

.

Mas, kamu tau?
Apa yang sebenarnya diam-diam aku gerilyakan saat itu?
Aku sungguh ingin melihat reaksimu ketika aku tak mempedulikan rautku saat bertemu denganmu. Iya, saat aku tanpa make up sepolespun.
Agar kamu tahu, juga agar kamu paham diriku sampai dalam. Bukan hanya sebatas tentangku dari luar. Dan ternyata di pertemuan itu kamu malah bilang dengan segala cerita tentang kekuranganmu itu, agar aku tau buruknya kamu sejak awal. Sehingga, bukan yang baik-baik saja yang kamu sodorkan, tapi malah segala kekuranganmu. Dan aku menyukai itu.

Pun aku. Aku yang orang lain kira baik, sejatinya masih jauh dari baik sebagaimana ekspektasi mereka yang sempat tertarik. Aku yang orang sangka cantik, masih jauh dari fisik sempurna yang diharapkan oleh pandangan-pandangan yang sempat tak berkutik. Inilah aku, yang aku tampilkan di depanmu.

Maka maaf. Maaf jika semuanya kusodorkan sejak awal, Mas. Maaf jika keburukan-keburukanku aku suguhkan dengan buru-buru kala itu. Karena sungguh, kuharap bukan luarku yang kau pandang sejak awal. Bukan fisikku yang kau utamakan. Melainkan kamu menginginkan sosok yang bisa melengkapi kekuranganmu dengan kelebihan-kelebihanku. Itu yang kuharap saat itu.

Mas.. sungguh. Kala itu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…

Simpel. 🍃🍃🍃 Indah sekali bukan?

Itu kalimat Kahlil Gibran Mas. Sepertinya kamu kenal juga karya-karya puitis beliau. Tapi meski itu kalimat orang lain, kalbu ini dengan tulus melambungkan harap demikian. Iya. Sebatas harap.

.

.

Hei, Mas, kamu tau?
Ah, meski tak menginginkan untuk menatapnya, mata memang akan tetap tersyukuri karena perannya sebagai kamera terbaik sepanjang masa. Itu terjadi begitu saja saat aku tak sengaja benar-benar menatap kedua matamu dengan lekat. Sepertinya itu terjadi di pertemuan kedua. Aku ingin untuk waktu (yang berjalan begitu cepat) berhenti saja kala itu. Beberapa detik. Dan itu cukup membuat rinduku bertambah menggebu saat kita sudah berlalu dari tempat itu.
Kamu tau Mas apa yang terjadi selepas itu? Aku, seperti sedang sudah ditegukkan minuman candu.
Maka kuputuskan pada diriku saat itu, aku benar-benar ingin menitipkan hati ini padamu, Mas. Siapapun kamu.

Ceritanya begitu 😁

Hari Berikutnya, Masa yang Berbeda, Satu September Dua Ribu Sembilanbelas yang Katanya Ceria

Mas..
Hari ini Ahad. Hari kedua aku flu. Gejalanya sudah sejak 2 hari lalu. Dan kemarin kepalaku rasanya seperti mau pecah Mas, sakiiit sekali. Menyerah menghadapi, finally aku meneguk sisa Analsik yang ada di kotak obatku, Mas. Lalu aku tertidur pulas sekali. Beberapa jam. Dan terbangun, aku sedikit lebih baik dari sebelumnya. Hari ini kepalaku sudah sedikit mereda cengkeramannya, Mas. Hanya flu yang masih menemani. Semoga besok pagi bisa hilang sama sekali.

Oh ya, Mas. Hari ini aku memulai hari dengan kejutan darimu. Kamu tau? Aku memimpikanmu lagi Mas! Jika aku memimpikanmu, itu hal yang terdengar biasa mungkin. Tapi kali ini berbeda, Mas. Kali ini aku begitu bersyukur sekali bisa melihatmu disana. Di mimpiku, kamu tau, aku benar-benar merasakan feeling yang sempat kuceritakan padamu kala itu, ketika kamu datang di mimpiku dalam kondisi kamu pergi untuk selamanya, masih ingat Mas? Di mimpi yang sempat kuceritakan, saat itu aku bahagia Mas. Bahagia karena kamu bahagia bersama teman-temanmu yang mendahuluimu.. meski aku juga bilang bahwa saat itu tangisku benar-benar pecah saat aku sungguh-sungguh kehilangan signalmu dan merasakan kamu benar-benar sudah tidak ada. Dan kini, Mas, aku bahagia karena aku merasa seperti menyusulmu. Aku tidak tahu itu di alam mana. Rasanya seperti kita bekerja di tempat kerja yang sama, tapi bukan disini. Tempatnya asing. Itu juga dalam kondisi aku sudah tidak denganmu lagi. Aku sadar betul kita terpisah, meski disana kita bertemu. Dan aku pun memposisikan diri sebagai orang yang seperti tidak pernah dekat denganmu sebelumnya.

Tapi Mas, kamu membuat aku lebih jatuh cinta (lagi) di mimpi kali ini. Apa yang aku belum sempat dapati saat aku bersamamu di dunia nyata, aku dapati di mimpiku tadi. Kamu tau Mas apa itu? Ada beberapa hal. Ingatan yang begitu melekat adalah kamu bilang, “Suci, maaf. Nanti ke Lawu”.
Aku dibuatNya paham dengan maksud kalimat singkat itu: permintaan maaf atas masa lalu, dan ajakan untuk suatu saat ke puncak itu.

Mas, pagi tadi, entah kamu dihadang oleh siapa Mas saat mengatakan hal itu di mimpiku. Tapi disana, aku bisa menatapmu, dan kamu menatapku. Aku sungguh ingin bersorak riang sekali saat kamu mengucap kata “Lawu”.
Mas, aku ingin kesana bersamamu..
Hanya saja, aku pun seperti tertahan untuk menyorakkan perasaanku yang sesungguhnya, sementara seingatku ada dua orang yang menghalangimu. Kalimat sambutanku yang seharusnya begitu menyenangkan atas itu, tertahan oleh kesadaran bahwa aku bukan milikmu. Aku merasa tidak berhak mengiyakannya.
Lantas entah bagaimana, di jalur yang sama (pada mimpi yang sama) tapi lain cerita, aku, melihatmu keluar bersama rombongan-rombongan anak-anak muda yang sebagian orangnya kukenal dan sebagian lagi tidak. Kurasa beberapa orang tadi adalah rekan kerja kita, tapi entah siapa Mas, aku tidak mengingatnya. Kamu memboncengkan seseorang yang aku pun tidak tau siapa, maka ku tidak menggubrisnya. Karena yang membuat fokusku tertuju pada satu moment bukan itu Mas, tapi setelahnya.

Kamu turun dari motor, melakukan sesuatu yang entah apa aku juga tidak memberikan celah memori di mimpiku untuk menyimpannya.. Ah, jika saja mimpi bisa direkam dan diputar ulang untuk bisa dinikmati saat sudah terjaga di dunia nyata. Setelah turun dari motor dan sedikit sibuk, kamu sempat melihatku. Lantas kamu menyiapkan sesuatu. Aku hanya bisa memperhatikanmu sembari duduk saat itu.

Lalu Mas, kamu saat itu, benar-benar kemudian memberiku seikat mawar. Bouquet. Indah sekali susunannya. Kau menyodorkannya padaku. Lengkap dengan ucapan, juga puisi yang kau senandungkan untukku. Langsung di depanku, di hadapanku. Sempurna dengan lututmu yang kau tekuk itu, yang berhasil membuatku tak berkedip karena aku tau itu hanya semu. Namun meskipun semu, maya, tidak nyata, mimpi, apapun sebutannya yang aku sadar akan hal itu, aku tidak mau memejamkan mataku sekejap pun Mas. Karena ketika kita berkedip dalam mimpi, biasanya kita akan kembali terbangun.
Jujur aku tidak mau kehilanganmu (lagi). Dan aku pagi tadi benar-benar ingin melanjutkan apa yang terjadi disana setelahnya. Melanjutkan nasib hidupku di alam mana entahlah itu, bersamamu. Tapi sekuat apapun aku mencoba, takdir memaksaku ditarik oleh sesuatu Mas. Meninggalkanmu disana. Aku sungguh menangis saat ditarik, sadar akan kehilanganmu lagi. Dalam hati memohon agar tetap bisa disana bersamamu. Iya, aku terbangun Mas. Dan aku belum memberikan jawaban saat kau berpuisi, karena kamu pun belum sempat memberikan tawaran, sementara aku terlanjur dibawa pergi.

tumblr_nszoexp4bX1t4xwcjo1_500

Taken from: Pinterest

Menyapamu dengan Cara Lain: Melalui Angin

Apapun itu, puisimu indah sekali, Mas. Sayangnya aku tidak sempat mencatat tiap barisnya di ingatan dalam mimpiku. Tapi aku sungguh bersyukur. Berterimakasih padaNya karena masih berkenan membiarkanmu hadir di bunga tidurku dengan segala ungkapan kasih sayangmu, Mas. Membuat lantunan doa syahduku semakin deras untukmu yang membuat aku masih saja terbalut rasa dan rindu. Terlepas dari bagaimana perasaanmu padaku saat ini.

.

.

Mas, kamu tau? Kini pun aku diberi kesempatan olehNya untuk kembali menikmati cinta dalam diam. Iya, cinta rahasia. Cinta gila yang gebunya tak dapat kusampaikan langsung pada siapa yang dicinta. Melainkan lewat doa. Sedikit menyiksa, Mas. Namun sungguh tidak terpaksa. Aku masih merasa nyaman dengan bisa mensyukurinya. Mensyukuri bahwa aku masih sebagai manusia, punya perasaan meski tanpa daya. Tau diri dengan bisa mengendalikan diri sepenuh upaya.
Dan lagi-lagi kusampaikan maaf, maaf jika itu masih kamu. Namamu.
Maka Mas, kini aku pun hanya bisa menitip salamku lewat angin. Yang semoga tidak riuh ketika bergesekan dengan kulitmu. Yang kusemogakan tetap sepoi, tetap halus saat melewati wajahmu. Tetap santun menjaga gerakannya saat menujumu. Iya, itu salah satu caraku menyapamu. Cara lain? Banyak Mas sebenarnya. Tapi aku khawatir nanti jika kamu membaca tulisan ini, kamu jadi risih untuk keluar rumah, karena setiap gerak semesta digantungi oleh salam dan sapaanku. Maka, cukup itu dulu saja ya yang kusampaikan. 😊

.

.

Mas, semoga kamu bahagia selalu. Baik-baik disana, dimanapun kamu. Dan semoga selalu dalam penjagaan terbaikNya (aaamiin) 😇💕

Aku, yang masih dalam rindu yg sama untuk sebuah nama di bumi manusia: Putra.

20190822_185847

~SNH

 

Seberapa jauh Dia terlibat (?)

THANKS ALLAH
Resah? Galau? Gelisah? Semangat terenggut? Apa lagi?
Hehe..
Sepertinya ada-ada saja kondisi yang membuat seseorang merasakan beberapa contoh rasa hati yang memang mengganggu itu. Ibarat apartemen 7 lantai yang memiliki rancangan luar biasa, kokoh, hingga julukan-julukan keren menyertainya, kemudian bangunan itu tiba-tiba terkena badai topan yang entah dengan alasan apa ia datang. Terampas kegagahannya karena tak berbentuk lagi. Pun keteguhan hati manusia, bisa pula terenggut karena suatu hal, sekecil apapun.
Dan ketika resah menghinggapi hati, semangat terenggut entah oleh siapa, dikejar-kejar si gelisah, kemudian terpojok oleh galau, dan akhirnya terampaslah keteguhan hati itu, maka, bagaimana?
🙂
Sedikit sulit untuk di awal perasaan-perasaan itu datang. Yang keluar pertama kali biasanya su’udzon, negatif, menyalahkan mungkin, atau bahkan memaki (?). Menyesali? Ya, memang harus menyesali. Tapi bukan keadaannya, melainkan sikap kita yang salah dalam menyikapi yang harusnya disesali.

Dipikir gampang?
Memang tidak. Setiap urusan pasti ada yang mudah, ada yang menengah dan ada yang sulit. Sebenarnya tingkat tersebut sama saja, hanya pengetahuan kita sajalah yang membatasi. So? Pandaikan diri ^_^
Tak ada salahnya bertanya tentang sudah seberapa jauh kita melibatkan-Nya dalam setiap urusan. Karena apa? Karena ketika kita jauh dari Allah, maka ridlo-Nya dengan apa yang kita lakukan perlu dipertanyakan. Apa hubungannya dengan ridlo? Yaaa…karena rumus masalah ada disana. Kau tahu? Masalah ada karena Allah sayang dengan kita. Ketika “kecemburuan” itu datang karena kita yang disayang-Nya ini tak dekat dengan-Nya maka colekan-Nya berupa masalah itu didatangkan.

Jangan heran bila Allah sempitkan hati yang awalnya lapang, resahkan diri yang awalnya tenang, persulit langkah yang awalnya mudah.. mungkin sebab kita yang tidak sadar, semakin kemari semakin banyak pinta, tapi semakin terlupa memberi pada Allah. Sesungguhnya Allah tak diberi tak apa, Dia pemilik segalanya. Pemberian kita hanya bukti bahwa kita serius dan tahu malu atas pinta yang banyak itu (Ungtsa, 2014).

Saya cuplik sedikit dari Kuliah Wisata Hati,”Yang diincer sama Allah adalah tauhid kita, iman kita, amal saleh kita, islam kita, syukurnya kita. Sifatnya yang begini ini yang diincer.”
🙂
Masalah datang agar kita kembali pada-Nya. Kalaupun tidak, minimal ada dzikir disana, mengingat-Nya. Tidakkah rindu dengan masa-masa dimana hati ini bersih? Merasa damai, bahagia? Merasa hati begitu luas, begitu lapang? Terpampang banyak keikhlasan, pikiran jernih? Pernah, kan? Tidakkah rindu?
Bersyukurlah ketika rindu itu datang. Menangislah. Mencoba menangis. Memaksa menangis. Tak bisa juga? Lantunkan do’a. Terus berdo’a. Banyak berdo’a. Dan berdo’a lagi, lagi, lagi. Hingga kau merasa Allah menengok ke arahmu.
Kalau sudah begitu, bisa jadi Allah akan segera memudahkan urusan kita. Namun bisa jadi juga Allah menguji hati kita apakah akan teguh hati tersebut ketika permintaannya tidak dikabulkan saat itu juga dan masih ditunda oleh-Nya.
Maka, khusnudzon dan teruslah khusnudzon. Karena ketika tangan-tangan Allah telah engkau libatkan, kekuatan-Nya akan bekerja hingga terasa luar biasa mudah urusan kita akan dirasa, dilalui. Karena tak ada yang sulit bagi Allah. Masih ingat cuplikan Surah Yaasin yang isinya ke-Kunfayakun-an Allah terkenal itu? See at Q.S. 36:82 🙂
SNH