🎧
🎼🎼🎼
Aku tersesat menuju hatimu
Beri aku jalan yang indah~
Izinkan ku lepas penatku
‘Tuk sejenak lelap di bahumu~
🎵Dapatkah selamanya kita bersama
Menyatukan perasaan
Kau dan aku~ 🎶🎶🎶
Taken from: Pinterest
Rekaman Kejadian
Aku bingung mau memulainya darimana, Mas. Malam ini aku hanya ingin bercerita kepadamu..
“Mas”?
Haha. Aneh ya.
Maaf, aku ingin memanggilmu “Mas” akhir-akhir ini. Tepatnya selepas aku melihat tayangan “Bumi Manusia” di Yogyakarta yang baru 3 hari rilis kala itu..
Baiklah. Aku tak peduli. Aku lanjutkan saja tulisanku yang mungkin beberapa menit ke depan akan semakin tidak karuan.
.
.
Mas, malam ini aku hanya ingin menuliskan segala hal tentangmu. Mungkin akan sedikit tersisip kata “kita” juga. Entah kamu masih menyimpan memori itu atau tidak. Yang pasti, kala itu, aku bahagia. Malam ini juga, tapi aku tidak tau apakah ini perasaan bahagia atau sedih tak terkira. Tapi sepertinya ini bahagia kok, Mas. Karena aku tidak menyesal sedikitpun saat menulis ini.
Mas, malam ini, putaran episode salah satu kisah kembali menjelma menjadi hologram halu di depanku. Aku, melihat di depan mataku ini terputar rekaman salah satu moment penting yang pernah terjadi di hidupku. Moment yang benar-benar membuatku tersenyum. Bahagia selepasnya.
Kamu tau Mas apa itu?
Itu adalah moment ketika kamu asyik bercerita tentangmu. Tentang segala hal di kehidupanmu. Tentang sekelilingmu. Pekerjaanmu. Hobimu. Bahkan masa lalumu (-kalau yang ini sih memang aku sengaja nanyain).
Dan… Mas, kamu tau? Aku, merasa nyaman dengan hanya menjadi pendengarmu. Menikmati cara bicaramu. Kamu juga tak luput membumbuinya dengan candaan receh yang tapinya berhasil membuat aku yang keras ini luluh. Hah~ Mas, aku bisa jatuh cinta (lagi) kala itu. Selepas aku terhempas oleh badai yang sengaja dibuat oleh seseorang bersebut mantan. Iya, terhempas. Karena kami tidak berpisah dengan baik-baik saja. Kasar. Tidak lembut seperti ombak di pantai. Sudah. Lupakan. Itu tidak penting. Yang penting kala itu adalah dirimu. Benar-benar hanya dirimu.
Nah, kan, pikiranku sedikit konyol kan malam ini, aku membayangkan kamu berperan sebagai salah satu cream bermerk D*rmatix coba Mas, yang berhasil menghilangkan bekas luka. Iya bekas luka, soalnya lukanya udah kering. Duh..haha. Kelepasan ketawa jadinya nih aku 😂 sowwy… 😄
Sebuah Pertemuan
Seingatku, kala itu aku masih saja belum berani menatapmu ya, Mas. Kamu tau kenapanya? Jawabnya adalah aku khawatir jika aku semakin tenggelam, ketika padahal kita masih perkenalan. Awal. Maka kumasih takut bahwa aku hanya dihipnotis oleh harap. Disebabkan juga aku adalah seseorang yang mudah terjatuh karena ketulusan tatap. Maaf kujawab disini. Yang entah kamu sempat membacanya saat hidup di dunia ini atau tidak.
Mas, mungkin di awal pertemuan dulu kamu sudah merasa ada yang aneh denganku, kenapa moment yang hitungannya penting itu malah aku buat sedikit berantakan dengan tampilanku di depanmu. Mungkin kamu pun membatin, “cah iki kencan kok ra dandan blas“. Hahaha. Aku membayangkan bagaimana ekspresimu saat itu 🙆
🍃 Tapi pertemuan awal selalu penting yang kekurangannya tidak akan digubris oleh siapapun yang sedang dilanda asmara. Iya, kulihat kamu memaklumi pertemuan pertama. Aku tau bahwa kamu memaklumi itu, saat kamu bilang, “Sebagai perempuan, kamu cantik”. Hah~
Entah itu konotasi atau memang perempuan itu cantik sebagai denotasi. Yang jelas aku pun tak menggubris. Karena akupun terpana dengan kalimat-kalimatmu yang semakin lama semakin membuat aku merasa bahwa kamu sudah menemani jalanku.
.
.
Mas, kamu tau?
Apa yang sebenarnya diam-diam aku gerilyakan saat itu?
Aku sungguh ingin melihat reaksimu ketika aku tak mempedulikan rautku saat bertemu denganmu. Iya, saat aku tanpa make up sepolespun.
Agar kamu tahu, juga agar kamu paham diriku sampai dalam. Bukan hanya sebatas tentangku dari luar. Dan ternyata di pertemuan itu kamu malah bilang dengan segala cerita tentang kekuranganmu itu, agar aku tau buruknya kamu sejak awal. Sehingga, bukan yang baik-baik saja yang kamu sodorkan, tapi malah segala kekuranganmu. Dan aku menyukai itu.
Pun aku. Aku yang orang lain kira baik, sejatinya masih jauh dari baik sebagaimana ekspektasi mereka yang sempat tertarik. Aku yang orang sangka cantik, masih jauh dari fisik sempurna yang diharapkan oleh pandangan-pandangan yang sempat tak berkutik. Inilah aku, yang aku tampilkan di depanmu.
Maka maaf. Maaf jika semuanya kusodorkan sejak awal, Mas. Maaf jika keburukan-keburukanku aku suguhkan dengan buru-buru kala itu. Karena sungguh, kuharap bukan luarku yang kau pandang sejak awal. Bukan fisikku yang kau utamakan. Melainkan kamu menginginkan sosok yang bisa melengkapi kekuranganmu dengan kelebihan-kelebihanku. Itu yang kuharap saat itu.
Mas.. sungguh. Kala itu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…
Simpel. 🍃🍃🍃 Indah sekali bukan?
Itu kalimat Kahlil Gibran Mas. Sepertinya kamu kenal juga karya-karya puitis beliau. Tapi meski itu kalimat orang lain, kalbu ini dengan tulus melambungkan harap demikian. Iya. Sebatas harap.
.
.
Hei, Mas, kamu tau?
Ah, meski tak menginginkan untuk menatapnya, mata memang akan tetap tersyukuri karena perannya sebagai kamera terbaik sepanjang masa. Itu terjadi begitu saja saat aku tak sengaja benar-benar menatap kedua matamu dengan lekat. Sepertinya itu terjadi di pertemuan kedua. Aku ingin untuk waktu (yang berjalan begitu cepat) berhenti saja kala itu. Beberapa detik. Dan itu cukup membuat rinduku bertambah menggebu saat kita sudah berlalu dari tempat itu.
Kamu tau Mas apa yang terjadi selepas itu? Aku, seperti sedang sudah ditegukkan minuman candu.
Maka kuputuskan pada diriku saat itu, aku benar-benar ingin menitipkan hati ini padamu, Mas. Siapapun kamu.
Ceritanya begitu 😁
Hari Berikutnya, Masa yang Berbeda, Satu September Dua Ribu Sembilanbelas yang Katanya Ceria
Mas..
Hari ini Ahad. Hari kedua aku flu. Gejalanya sudah sejak 2 hari lalu. Dan kemarin kepalaku rasanya seperti mau pecah Mas, sakiiit sekali. Menyerah menghadapi, finally aku meneguk sisa Analsik yang ada di kotak obatku, Mas. Lalu aku tertidur pulas sekali. Beberapa jam. Dan terbangun, aku sedikit lebih baik dari sebelumnya. Hari ini kepalaku sudah sedikit mereda cengkeramannya, Mas. Hanya flu yang masih menemani. Semoga besok pagi bisa hilang sama sekali.
Oh ya, Mas. Hari ini aku memulai hari dengan kejutan darimu. Kamu tau? Aku memimpikanmu lagi Mas! Jika aku memimpikanmu, itu hal yang terdengar biasa mungkin. Tapi kali ini berbeda, Mas. Kali ini aku begitu bersyukur sekali bisa melihatmu disana. Di mimpiku, kamu tau, aku benar-benar merasakan feeling yang sempat kuceritakan padamu kala itu, ketika kamu datang di mimpiku dalam kondisi kamu pergi untuk selamanya, masih ingat Mas? Di mimpi yang sempat kuceritakan, saat itu aku bahagia Mas. Bahagia karena kamu bahagia bersama teman-temanmu yang mendahuluimu.. meski aku juga bilang bahwa saat itu tangisku benar-benar pecah saat aku sungguh-sungguh kehilangan signalmu dan merasakan kamu benar-benar sudah tidak ada. Dan kini, Mas, aku bahagia karena aku merasa seperti menyusulmu. Aku tidak tahu itu di alam mana. Rasanya seperti kita bekerja di tempat kerja yang sama, tapi bukan disini. Tempatnya asing. Itu juga dalam kondisi aku sudah tidak denganmu lagi. Aku sadar betul kita terpisah, meski disana kita bertemu. Dan aku pun memposisikan diri sebagai orang yang seperti tidak pernah dekat denganmu sebelumnya.
Tapi Mas, kamu membuat aku lebih jatuh cinta (lagi) di mimpi kali ini. Apa yang aku belum sempat dapati saat aku bersamamu di dunia nyata, aku dapati di mimpiku tadi. Kamu tau Mas apa itu? Ada beberapa hal. Ingatan yang begitu melekat adalah kamu bilang, “Suci, maaf. Nanti ke Lawu”.
Aku dibuatNya paham dengan maksud kalimat singkat itu: permintaan maaf atas masa lalu, dan ajakan untuk suatu saat ke puncak itu.
Mas, pagi tadi, entah kamu dihadang oleh siapa Mas saat mengatakan hal itu di mimpiku. Tapi disana, aku bisa menatapmu, dan kamu menatapku. Aku sungguh ingin bersorak riang sekali saat kamu mengucap kata “Lawu”.
Mas, aku ingin kesana bersamamu..
Hanya saja, aku pun seperti tertahan untuk menyorakkan perasaanku yang sesungguhnya, sementara seingatku ada dua orang yang menghalangimu. Kalimat sambutanku yang seharusnya begitu menyenangkan atas itu, tertahan oleh kesadaran bahwa aku bukan milikmu. Aku merasa tidak berhak mengiyakannya.
Lantas entah bagaimana, di jalur yang sama (pada mimpi yang sama) tapi lain cerita, aku, melihatmu keluar bersama rombongan-rombongan anak-anak muda yang sebagian orangnya kukenal dan sebagian lagi tidak. Kurasa beberapa orang tadi adalah rekan kerja kita, tapi entah siapa Mas, aku tidak mengingatnya. Kamu memboncengkan seseorang yang aku pun tidak tau siapa, maka ku tidak menggubrisnya. Karena yang membuat fokusku tertuju pada satu moment bukan itu Mas, tapi setelahnya.
Kamu turun dari motor, melakukan sesuatu yang entah apa aku juga tidak memberikan celah memori di mimpiku untuk menyimpannya.. Ah, jika saja mimpi bisa direkam dan diputar ulang untuk bisa dinikmati saat sudah terjaga di dunia nyata. Setelah turun dari motor dan sedikit sibuk, kamu sempat melihatku. Lantas kamu menyiapkan sesuatu. Aku hanya bisa memperhatikanmu sembari duduk saat itu.
Lalu Mas, kamu saat itu, benar-benar kemudian memberiku seikat mawar. Bouquet. Indah sekali susunannya. Kau menyodorkannya padaku. Lengkap dengan ucapan, juga puisi yang kau senandungkan untukku. Langsung di depanku, di hadapanku. Sempurna dengan lututmu yang kau tekuk itu, yang berhasil membuatku tak berkedip karena aku tau itu hanya semu. Namun meskipun semu, maya, tidak nyata, mimpi, apapun sebutannya yang aku sadar akan hal itu, aku tidak mau memejamkan mataku sekejap pun Mas. Karena ketika kita berkedip dalam mimpi, biasanya kita akan kembali terbangun.
Jujur aku tidak mau kehilanganmu (lagi). Dan aku pagi tadi benar-benar ingin melanjutkan apa yang terjadi disana setelahnya. Melanjutkan nasib hidupku di alam mana entahlah itu, bersamamu. Tapi sekuat apapun aku mencoba, takdir memaksaku ditarik oleh sesuatu Mas. Meninggalkanmu disana. Aku sungguh menangis saat ditarik, sadar akan kehilanganmu lagi. Dalam hati memohon agar tetap bisa disana bersamamu. Iya, aku terbangun Mas. Dan aku belum memberikan jawaban saat kau berpuisi, karena kamu pun belum sempat memberikan tawaran, sementara aku terlanjur dibawa pergi.
Taken from: Pinterest
Menyapamu dengan Cara Lain: Melalui Angin
Apapun itu, puisimu indah sekali, Mas. Sayangnya aku tidak sempat mencatat tiap barisnya di ingatan dalam mimpiku. Tapi aku sungguh bersyukur. Berterimakasih padaNya karena masih berkenan membiarkanmu hadir di bunga tidurku dengan segala ungkapan kasih sayangmu, Mas. Membuat lantunan doa syahduku semakin deras untukmu yang membuat aku masih saja terbalut rasa dan rindu. Terlepas dari bagaimana perasaanmu padaku saat ini.
.
.
Mas, kamu tau? Kini pun aku diberi kesempatan olehNya untuk kembali menikmati cinta dalam diam. Iya, cinta rahasia. Cinta gila yang gebunya tak dapat kusampaikan langsung pada siapa yang dicinta. Melainkan lewat doa. Sedikit menyiksa, Mas. Namun sungguh tidak terpaksa. Aku masih merasa nyaman dengan bisa mensyukurinya. Mensyukuri bahwa aku masih sebagai manusia, punya perasaan meski tanpa daya. Tau diri dengan bisa mengendalikan diri sepenuh upaya.
Dan lagi-lagi kusampaikan maaf, maaf jika itu masih kamu. Namamu.
Maka Mas, kini aku pun hanya bisa menitip salamku lewat angin. Yang semoga tidak riuh ketika bergesekan dengan kulitmu. Yang kusemogakan tetap sepoi, tetap halus saat melewati wajahmu. Tetap santun menjaga gerakannya saat menujumu. Iya, itu salah satu caraku menyapamu. Cara lain? Banyak Mas sebenarnya. Tapi aku khawatir nanti jika kamu membaca tulisan ini, kamu jadi risih untuk keluar rumah, karena setiap gerak semesta digantungi oleh salam dan sapaanku. Maka, cukup itu dulu saja ya yang kusampaikan. 😊
.
.
Mas, semoga kamu bahagia selalu. Baik-baik disana, dimanapun kamu. Dan semoga selalu dalam penjagaan terbaikNya (aaamiin) 😇💕
Aku, yang masih dalam rindu yg sama untuk sebuah nama di bumi manusia: Putra.
~SNH