WEJANGAN PAKDHE

Well. Untuk perhatian aja nih sebelumnya, tulisan hari ini bakalan panjang bin luuueebarrrr… pake bangetttt… dan kayanya ga bakalan ada basa basi kali ini.

Baik. Selamat membaca.

DI  SELA  KISAH

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari Muslim).

Ghibthoh secara hakikat itu dilarang dalam Islam. Namun nabi, mengecualikan 2 ghibthoh seperti hadits diatas:

  1. Kepada yang memiliki harta kemudian berinfaq dengannya
  2. Kepada yang berilmu kemudian mengamalkan dan mengajarkan

Beberapa waktu lalu, pengurus mengupdate hasil pengumpulan donasi Yayasan Karya Adi —yayasan sosial pendidikan yang penulis ikuti. Ya ceritanya penulisnya coba-coba jadi relawan gituuu hihi. Nah ianya didirikan sejak awal tahun 2015 di Wonogiri.

Pengen tau hasilnya ngga..? Masyaa Allah… Ada yang masih 0 (belum ada yang donasi melalui salah 1 relawan tersebut). Ada yang ratusan ribu, ada yang sejuta dua juta, tapi ada juga yang mampu mengumpulkan hingga total 19 juta….sendirian…masyaa allah…tabarahullah…

Ketika saya membaca update itu, jujur, iri dengan saudara kita (relawan tersebut) yang mampu mengumpulkan donasi sebesar itu… 😔.. Sedangkan saya masih jauh dr itu….

Bukan apa apa…. Saya hanya ingat ini Ramadhan… Bahkan ia sudah terlihat berkemas meninggalkan kita….

Allah menyebut Ramadhan, di dalam Al Quran hanya dengan:

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍۚ

… beberapa hari tertentu….

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍۚ

Kata para ulama, itu merujuk pada waktu yang sangat singkat, tidak panjang, dan akan mudah terlenakan…

Dengan pengingat itu seakan Allah ingin menasehati kita, bahwa “Bersungguh sungguhlah beramal, karena Ramadhan itu sangat singkat dan AKAN SANGAT MUDAH BERLALU, bahkan kau tak akan sadar“..

😢

Saya ingat ayat ini, kemudian ingat….Apa amal yang sudah saya maksimalkan di Ramadhan ini?? Sudahkah amal saya ada yang maksimal..?

Mana ada? Tilawah biasa saja, Qiyamul lail juga tak ada yang lebih. Sedekah??? Halah. Apalagi itu….

Ketika saya membaca nominal 19juta itu….pikiran saya hanyut, kemudian berfikir….. Masyaa allah sedulur ini, mendapat kemuliaan sedekah sebesar 19 juta….

Kenapa begitu?? Kok bisa dikatakan dia mendapat pahala sedekah padahal dia hanya mengumpulkan donasi? Ya… karena Rosulullah bersabda dalam salah satu haditsnya…

من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893).

Bukankah saudara kita ini menunjuki manusia jalan untuk bersedekah, mengajak mereka menginfakkan hartanya di dalam setiap program santunan yatim…? Bukankah akhirnya mereka bersedekah untuk buka puasa dhuafa? Bukankah akhirnya mereka bersedekah untuk anak yatim?? Bukankah mereka sedekah untuk meringankan kesusahan saudaranya?? Masyaa Allah…

Maka, saudara kita ini, 19 juta..

Berapa banyak buka puasa yang bisa di tanggungnya, berapa saja anak yatim yang akan tersantuni, berapa keluarga yang akan mampu makan dengan donasi itu?? Dan semuanya…semua keutamaan itu dia mendapatkan, tanpa mengurangi pahala orang yg dia ajak berdonasi…. Bukankah kita seharusnya iri?? Ketika ada saudara kita begitu bersemangat mengumpulkan pundi-pundi amal…

Sedangkan kita hari ini??

waktu-kehidupan jam

Taken from: minanews.net

Beramal  Cerdas

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (QS. Al-Munafiqun : 10)

Mengapa dia tidak berkata, “supaya aku dapat mengerjakan umrah” atau “supaya aku dapat shalat ” atau “supaya aku dapat berpuasa”? Seorang ulama berkata, “Tidaklah seseorang yang telah mati itu menyebut untuk bersedekah melainkan karena kehebatan pahala yang telah dilihatnya selepas kematiannya.”

Beberapa waktu belakangan, sebagian masyarakat Indonesia dikejutkan dengan meninggalnya salah satu seniman Indonesia, yang di elu-elukan hampir sebagian besar bangsa ini. Kata keluarga dia meninggal tanpa penyakit, tak ada riwayat sakit sebelumnya. Apapun itu,  dia dirawat, pagi itu…dan meninggal pagi itu juga. Dia meninggal dalam keadaan diujung ketenarannya. Hartanya banyak. Sekali manggung ratusan juta dia dapat. Tapi akhirnya..?? Bukankah semua ditinggalkan?? Bahkan mungkin dia pun tak sadar bahwa pagi itu adalah pagi terakhirnya di bumi. Andai tahu, pasti dia akan mensedekahkan semua hartanya… SEMUANYA. Untuk bekalnya menghadap Allah pagi itu.

Tapi… Itu adalah bagi dia, atau siapapun yang punya harta banyak untuk sedekah….

Maka…kalau kita mengandai…

Kalau pagi ini kita dipanggil Allah, dan kita tahu itu…

Maka apa yg akan kita lakukan untuk bekal menghadap Allah pagi ini??

Kita sadar harta kita terbatas. Waktu kita pun terbatas. Umur kita juga terbatas. Maka beramalah dengan cerdas. Agar setiap keterbatasan itu tetap kita mampu melewati dan menebusnya… Tak membuat kita juga terbatas amal.

Kita tahu amal terbaik di malam hari di Ramadhan itu QIYAMUL LAIL. Kita tahu ulama bersungguh sungguh tilawah dan meninggalkan banyak hal demi BERTILAWAH. Kita tahu ramadhan adalah bulan SEDEKAH, dan sedekah terbaik itu diramadhan… Tapi bahkan di 3 hal itu kita terikat dengan keterbatasan diatas tadi (terbatas harta, waktu juga umur).

Maka BERAMAL CERDASLAH. Amalkan, amal-amal yang mulia itu  semaksimal kemampuan kita. Kemudian ajak orang lain mengamalkannya. Ajak orang lain memperpanjang qiyamul lail, semangati orang lain bertilawah, dan ajak orang lain bersedekah. Dengannya kita akan melipat gandakan pahala kita. Memanjangkan amal kita melebihi umur kita.

Kita 1 orang, kita qiyamul lail sendirian, maka hanya akan mendapat pahala 1 orang Qiyamul Lail. Tapi dengan mengajak yang lain, 1 malam kita akan mampu memiliki SEPULUH, SERATUS, hingga SERIBU PAHALA qiyamul lail…

Kita bertilawah semalam mungkin hnya mampu 1 juz, dan kita dicatat dan dimuliakan dengan 1 juz itu, tapi dengan menyemangati yang lain untuk ikut bertilawah di malam itu, maka kita akan dicatat pahala tilawah dengan 2 juz, 3 juz, bahkan mungkin 100 juz dalam semalam…

Kita sebulan ini hanya mampu bersedekah segenggam kurma, kita hanya mampu mengajak satu dua orang berbuka… Tapi dengan mengajak banyak orang untuk bersedekah, kita bisa saja mendapat pahala sedekah, yang bahka bila kita mengumpulkan uang kita di saku, dompet bahkan tabungan masih tak senilai dengan jumlah sedekah mereka…dan kitapun mendapat pahalanya dari sana… TANPA SEDIKITPUN MENGURANGI PAHALA ORANG YANG MELALUKAN KEBAIKAN TERSEBUT.

Bukankah ramadan ini hanya singkat?? Bukankah yang singkat itu kita harus cerdas mengisinya?

Maka… Masih ada waktu… Tidak sampai sisa separuh bulan. Tebarlah kebaikan, ajak sebanyak banyaknya orang untuk menghidupkan malam, untuk bertilawah, untuk bersedekah… Dan…. Berkobarlah untuk setiap amal itu.

Membenah

Kala itu 15 Ramadhan..

Cahaya purnama menyibak awan, menunjukkan kehangatan. Menyinari dedaunan, menampakkan sendi sendi kebahagiaan. Menemani perjalanan malam, mengantarkan rasa sedih… bahwa separuh bulan telah berlalu….

purnama

purnama Ramadhan 1441 H di kontrakan Pacitan

Ramadhan… Datangnya tiap hati menyambut. Hadirnya semua menyaut. Tibanya semua hati terhanyut. Kini separuhnya telah berjalan, dan sebagiannya telah pergi… Tak akan terulang, tak akan kembali….

Bila hari-hari yang berlalu itu penuh dengan taubat dan amal-amal dalam taat…. maka berbahagialah…

Sebaliknya… Bila yang berlalu itu hanya sebatas lapar dan dahaga… maka bersedihlah….

Lembaran telah terlipat, pena telah mengering….

Lalu bagaimana bila semua berjalan, terlewati, dan ditinggalkan, dengan kegagalan, dengan amal yang tak maksimal, namun hati seakan tak merasa kehilangan, hati datar tak ada sedikitpun rasa kecewa??

Maka…. Ketahuilah…

Musibah terbesar umat ini, sudah diturunkan pada hatimu….wal iyyana’udzubillah..

Dari beberapa tulisan ulama pakar hati, dalam kumpulan tulisan mereka, mereka menunjukkan pada kita, bahwa seakan mereka mengatakan: Akan senantiasa masih dalam kebaikan umat islam ini, selama mereka memiliki 2 hal

  1. SIFAT TAK MAU DIKALAHKAN DALAM KEBAIKAN
  2. SIFAT PENYESALAN

Sifat yang pertama akan membuat mukmin senantiasa mengejar sahabatnya, temannya, saudara dalam kebaikan-kebaikannya. Dia akan merasa terus dahaga akan amal, haus akan kebaikan, dan lapar akan ridho Rabbnya. Dia tidak rela, ada orang lain yang lebih dicintai Rabbnya dibandingkan dengan dirinya.. Dia tidak terima bila ada manusia yang lain, yang mampu duduk lebih baik disisi Rabbnya…

Rasa ini…. Menjadikan dia terjaga dalam semangat, menjadikan dia tak pernah merasa tinggi diri dalam amal..

Sifat yang kedua, akan menjadikan dia orang yang senantiasa mampu memuhasabahi diri… Kalaupun dia orang yang tak memeiliki sifat yang pertama, maka sifat kedua ini akan menjadikannya hamba yang senantiasa mampu memenuhi kendi-kendi amalnya dengan istighfar….

Dia tahu dia lemah dalam ibadah. Dia tahu dia tak sekuat saudaranya dalam amal. Dia tahu dia tak semampu sahabatnya dalam sedekah.

Mungkin dia orang yang sedikit berdiri, singkat ruku’, dan sebentar dalam sujud….

Mungkin dia orang yang hampir tak pnya waktu untuk banyak bertilawah. Lisannya belum mampu berujar cepat melantunkan kalimatNya, matanya belum bisa menahan untuk tidak memejam, karena kantuknya….

Mungkin dia orang yang sedikit harta, hingga sedikit sedekahnya, atau terbatas simpanannya, sedangkan besar kebutuhannya…

Namun,…dia selalu menyesal karena tak mampu melakukannya…

Dia selalu bersedih atas lemahnya diri…

Dia selalu kecewa atas sedikitnya amal….

Setiap hari dia bersimpuh, dia menangis, dia mengaduh, memohon ampun pada setiap kelalaiannya itu, di hadapan RabbNya… dihadapan kekasihnya…

Maka demi Allah..

Dia tetap mulia…

Dia tetap menjadi yang terbaik memperlakukan ramadhan. Dan Insyaa allah dia termasuk hamba yang terampuni….

Ada satu doa dari nabi, yang diikuti matan panjang dalam haditsnya. Kurang lebih kisahnya:

Pada satu waktu Rosulullah berada di giliran rumah ibunda Aisyah. Ditengah malam yang sunyi, nabi terbangun, beliau berwudhu, kemudian beliau berdiri solat. Ibunda Aisyah, memandangi beliau dengan khusyuknya solat nabi ini. Dan itu kebiasaan ibunda tercinta kita ini. Beliau wanita yang mampu menjadikan setiap yang dilihatnya dari nabi menjadi riwayat, dan menjadi amal solihnya ketika umat Islam mengikuti riwayatnya….

Seperti kebiasaan nabi ketika bertemu dengan Khalil nya…kekasihnya… Beliau selalu menangis terisak… Sesenggukan hingga jenggot, bahkan tanah dibawahnya basah oleh air matanya. Beliau berdiri dengan terisak, ruku dengan terisak, hingga duduk tahiyat pun beliau masih terisak…😭

Namun ada yang berbeda dibanding doa-doa yang dilantunkan nabi dalam solat ini. Ibunda Aisyah mendengarkan kalimat demi kalimat nabi, yang membuat ibunda Aisyah bertanya-tanya dalam hati… Dan nabi semakin terisak dengan bacaan ini, nabi semakin sesenggukan dengan doa ini…

Apa yang beliau baca itu hingga mampu membuat beliau begitu semakin khusyuknya, sedangkan beliau sudah khusuk sebelumnya??

Maka mari kita dengarkan tuturan ibunda Aisyah sendiri tentang apa yang beliau lihat dan dengar ketika itu…

“Satu waktu aku mendengar nabi berdoa :

اللهمّ حاَسِبْنِي حِسَابًايَسِيرًا

Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah…

Kemudian aku bertanya kepada nabi : “Wahai Nabi Allah, apakah maksud dengan hisab yang mudah (ringan) itu?” Beliau menjawab: “Yaitu Allah melihat ke dalam kitabnya dan Dia memaafkannya begitu saja. Sungguh orang yang diminta pertanggungjawaban hisab, hai Aisyah, maka dia akan binasa.”

Saudariku apakah kalian mampu menangkap percakapan ini??

😢

Ibunda Aisyah bingung, kenapa nabi harus meminta hisab yang ringan, hisab yang mudah…? Bukankah semua akan dihisab, semua akan dihitung, kenapa harus meminta agar diperingankan?? Maka kemudian Aisyah tahu jawabannya dari percakapan nabi, bahwa setiap mukmin yang dipermudah hisabnya…. Allah akan melihat catatan amal kita, dan Allah memaafkannya begitu saja… Allah tak mempermasalahkan, Allah ringan memaafkan dosa kita, Allah ringan menerima setiap amal kita… MasyaaAllah… Begitu banyaknya dosa, tapi Allah membiarkannya begitu saja.

Dan di kalimat lain, siapapun yang dibuka kitab amalnya, kemudian Allah melihatnya, Allah menghitungnya, Allah menelitinya, maka demi Allah…. DIA AKAN BINASA…

Dia akan dipersulit, dia akan diperiksa, dan semua nya tentu jauh dari pemaafan Allah dan dekat dengan kemurkaan dan azabNya…Wal iyya na’udzubillah…

Maka para pembaca, bersama tenggelamnya mentari sore ini, bersama kita akan mengakhiri hari ke-17 Ramadhan kita tahun ini… (btw apa kabar tilawah? Sampe juz berapa? Hiks.)

Semoga kita tak di beratkan hisab kita atas perlakuan kita pada ramadhan tahun ini… Semoga kita termasuk hamba yang dimudahkan hisabnya karena kita telah memuliakan ramadhan tahun ini…

Dan.. Semoga menjelang berlalunya 10 hari kedua Ramadhan ini, mampu menjadikan amal kita lebih baik, hati tersulut, jiwa membara, semangat terkobarkan… Amiiin….

Saatnya membenah. Segeralah berbenah.

lesson pict

Taken from: insidermonkey.com —–finally, wejangan Pakdhe diakhiri dengan isak. Alhamdulillaah.. terimakasih, Pakdhe…

S.N.H

 

Teruntuk Sebuah Nama di Bumi Manusia

🎧
🎼🎼🎼
Aku tersesat menuju hatimu
Beri aku jalan yang indah~
Izinkan ku lepas penatku
‘Tuk sejenak lelap di bahumu~

🎵Dapatkah selamanya kita bersama
Menyatukan perasaan
Kau dan aku~ 🎶🎶🎶

large-1

Taken from: Pinterest

Rekaman Kejadian

Aku bingung mau memulainya darimana, Mas. Malam ini aku hanya ingin bercerita kepadamu..

“Mas”?
Haha. Aneh ya.
Maaf, aku ingin memanggilmu “Mas” akhir-akhir ini. Tepatnya selepas aku melihat tayangan “Bumi Manusia” di Yogyakarta yang baru 3 hari rilis kala itu..
Baiklah. Aku tak peduli. Aku lanjutkan saja tulisanku yang mungkin beberapa menit ke depan akan semakin tidak karuan.

.

.

Mas, malam ini aku hanya ingin menuliskan segala hal tentangmu. Mungkin akan sedikit tersisip kata “kita” juga. Entah kamu masih menyimpan memori itu atau tidak. Yang pasti, kala itu, aku bahagia. Malam ini juga, tapi aku tidak tau apakah ini perasaan bahagia atau sedih tak terkira. Tapi sepertinya ini bahagia kok, Mas. Karena aku tidak menyesal sedikitpun saat menulis ini.

Mas, malam ini, putaran episode salah satu kisah kembali menjelma menjadi hologram halu di depanku. Aku, melihat di depan mataku ini terputar rekaman salah satu moment penting yang pernah terjadi di hidupku. Moment yang benar-benar membuatku tersenyum. Bahagia selepasnya.
Kamu tau Mas apa itu?
Itu adalah moment ketika kamu asyik bercerita tentangmu. Tentang segala hal di kehidupanmu. Tentang sekelilingmu. Pekerjaanmu. Hobimu. Bahkan masa lalumu (-kalau yang ini sih memang aku sengaja nanyain).

Dan… Mas, kamu tau? Aku, merasa nyaman dengan hanya menjadi pendengarmu. Menikmati cara bicaramu. Kamu juga tak luput membumbuinya dengan candaan receh yang tapinya berhasil membuat aku yang keras ini luluh. Hah~ Mas, aku bisa jatuh cinta (lagi) kala itu. Selepas aku terhempas oleh badai yang sengaja dibuat oleh seseorang bersebut mantan. Iya, terhempas. Karena kami tidak berpisah dengan baik-baik saja. Kasar. Tidak lembut seperti ombak di pantai. Sudah. Lupakan. Itu tidak penting. Yang penting kala itu adalah dirimu. Benar-benar hanya dirimu.
Nah, kan, pikiranku sedikit konyol kan malam ini, aku membayangkan kamu berperan sebagai salah satu cream bermerk D*rmatix coba Mas, yang berhasil menghilangkan bekas luka. Iya bekas luka, soalnya lukanya udah kering. Duh..haha. Kelepasan ketawa jadinya nih aku 😂 sowwy… 😄

Sebuah Pertemuan

Seingatku, kala itu aku masih saja belum berani menatapmu ya, Mas. Kamu tau kenapanya? Jawabnya adalah aku khawatir jika aku semakin tenggelam, ketika padahal kita masih perkenalan. Awal. Maka kumasih takut bahwa aku hanya dihipnotis oleh harap. Disebabkan juga aku adalah seseorang yang mudah terjatuh karena ketulusan tatap. Maaf kujawab disini. Yang entah kamu sempat membacanya saat hidup di dunia ini atau tidak.

Mas, mungkin di awal pertemuan dulu kamu sudah merasa ada yang aneh denganku, kenapa moment yang hitungannya penting itu malah aku buat sedikit berantakan dengan tampilanku di depanmu. Mungkin kamu pun membatin, “cah iki kencan kok ra dandan blas“. Hahaha. Aku membayangkan bagaimana ekspresimu saat itu 🙆

🍃 Tapi pertemuan awal selalu penting yang kekurangannya tidak akan digubris oleh siapapun yang sedang dilanda asmara. Iya, kulihat kamu memaklumi pertemuan pertama. Aku tau bahwa kamu memaklumi itu, saat kamu bilang, “Sebagai perempuan, kamu cantik”. Hah~
Entah itu konotasi atau memang perempuan itu cantik sebagai denotasi. Yang jelas aku pun tak menggubris. Karena akupun terpana dengan kalimat-kalimatmu yang semakin lama semakin membuat aku merasa bahwa kamu sudah menemani jalanku.

.

.

Mas, kamu tau?
Apa yang sebenarnya diam-diam aku gerilyakan saat itu?
Aku sungguh ingin melihat reaksimu ketika aku tak mempedulikan rautku saat bertemu denganmu. Iya, saat aku tanpa make up sepolespun.
Agar kamu tahu, juga agar kamu paham diriku sampai dalam. Bukan hanya sebatas tentangku dari luar. Dan ternyata di pertemuan itu kamu malah bilang dengan segala cerita tentang kekuranganmu itu, agar aku tau buruknya kamu sejak awal. Sehingga, bukan yang baik-baik saja yang kamu sodorkan, tapi malah segala kekuranganmu. Dan aku menyukai itu.

Pun aku. Aku yang orang lain kira baik, sejatinya masih jauh dari baik sebagaimana ekspektasi mereka yang sempat tertarik. Aku yang orang sangka cantik, masih jauh dari fisik sempurna yang diharapkan oleh pandangan-pandangan yang sempat tak berkutik. Inilah aku, yang aku tampilkan di depanmu.

Maka maaf. Maaf jika semuanya kusodorkan sejak awal, Mas. Maaf jika keburukan-keburukanku aku suguhkan dengan buru-buru kala itu. Karena sungguh, kuharap bukan luarku yang kau pandang sejak awal. Bukan fisikku yang kau utamakan. Melainkan kamu menginginkan sosok yang bisa melengkapi kekuranganmu dengan kelebihan-kelebihanku. Itu yang kuharap saat itu.

Mas.. sungguh. Kala itu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…

Simpel. 🍃🍃🍃 Indah sekali bukan?

Itu kalimat Kahlil Gibran Mas. Sepertinya kamu kenal juga karya-karya puitis beliau. Tapi meski itu kalimat orang lain, kalbu ini dengan tulus melambungkan harap demikian. Iya. Sebatas harap.

.

.

Hei, Mas, kamu tau?
Ah, meski tak menginginkan untuk menatapnya, mata memang akan tetap tersyukuri karena perannya sebagai kamera terbaik sepanjang masa. Itu terjadi begitu saja saat aku tak sengaja benar-benar menatap kedua matamu dengan lekat. Sepertinya itu terjadi di pertemuan kedua. Aku ingin untuk waktu (yang berjalan begitu cepat) berhenti saja kala itu. Beberapa detik. Dan itu cukup membuat rinduku bertambah menggebu saat kita sudah berlalu dari tempat itu.
Kamu tau Mas apa yang terjadi selepas itu? Aku, seperti sedang sudah ditegukkan minuman candu.
Maka kuputuskan pada diriku saat itu, aku benar-benar ingin menitipkan hati ini padamu, Mas. Siapapun kamu.

Ceritanya begitu 😁

Hari Berikutnya, Masa yang Berbeda, Satu September Dua Ribu Sembilanbelas yang Katanya Ceria

Mas..
Hari ini Ahad. Hari kedua aku flu. Gejalanya sudah sejak 2 hari lalu. Dan kemarin kepalaku rasanya seperti mau pecah Mas, sakiiit sekali. Menyerah menghadapi, finally aku meneguk sisa Analsik yang ada di kotak obatku, Mas. Lalu aku tertidur pulas sekali. Beberapa jam. Dan terbangun, aku sedikit lebih baik dari sebelumnya. Hari ini kepalaku sudah sedikit mereda cengkeramannya, Mas. Hanya flu yang masih menemani. Semoga besok pagi bisa hilang sama sekali.

Oh ya, Mas. Hari ini aku memulai hari dengan kejutan darimu. Kamu tau? Aku memimpikanmu lagi Mas! Jika aku memimpikanmu, itu hal yang terdengar biasa mungkin. Tapi kali ini berbeda, Mas. Kali ini aku begitu bersyukur sekali bisa melihatmu disana. Di mimpiku, kamu tau, aku benar-benar merasakan feeling yang sempat kuceritakan padamu kala itu, ketika kamu datang di mimpiku dalam kondisi kamu pergi untuk selamanya, masih ingat Mas? Di mimpi yang sempat kuceritakan, saat itu aku bahagia Mas. Bahagia karena kamu bahagia bersama teman-temanmu yang mendahuluimu.. meski aku juga bilang bahwa saat itu tangisku benar-benar pecah saat aku sungguh-sungguh kehilangan signalmu dan merasakan kamu benar-benar sudah tidak ada. Dan kini, Mas, aku bahagia karena aku merasa seperti menyusulmu. Aku tidak tahu itu di alam mana. Rasanya seperti kita bekerja di tempat kerja yang sama, tapi bukan disini. Tempatnya asing. Itu juga dalam kondisi aku sudah tidak denganmu lagi. Aku sadar betul kita terpisah, meski disana kita bertemu. Dan aku pun memposisikan diri sebagai orang yang seperti tidak pernah dekat denganmu sebelumnya.

Tapi Mas, kamu membuat aku lebih jatuh cinta (lagi) di mimpi kali ini. Apa yang aku belum sempat dapati saat aku bersamamu di dunia nyata, aku dapati di mimpiku tadi. Kamu tau Mas apa itu? Ada beberapa hal. Ingatan yang begitu melekat adalah kamu bilang, “Suci, maaf. Nanti ke Lawu”.
Aku dibuatNya paham dengan maksud kalimat singkat itu: permintaan maaf atas masa lalu, dan ajakan untuk suatu saat ke puncak itu.

Mas, pagi tadi, entah kamu dihadang oleh siapa Mas saat mengatakan hal itu di mimpiku. Tapi disana, aku bisa menatapmu, dan kamu menatapku. Aku sungguh ingin bersorak riang sekali saat kamu mengucap kata “Lawu”.
Mas, aku ingin kesana bersamamu..
Hanya saja, aku pun seperti tertahan untuk menyorakkan perasaanku yang sesungguhnya, sementara seingatku ada dua orang yang menghalangimu. Kalimat sambutanku yang seharusnya begitu menyenangkan atas itu, tertahan oleh kesadaran bahwa aku bukan milikmu. Aku merasa tidak berhak mengiyakannya.
Lantas entah bagaimana, di jalur yang sama (pada mimpi yang sama) tapi lain cerita, aku, melihatmu keluar bersama rombongan-rombongan anak-anak muda yang sebagian orangnya kukenal dan sebagian lagi tidak. Kurasa beberapa orang tadi adalah rekan kerja kita, tapi entah siapa Mas, aku tidak mengingatnya. Kamu memboncengkan seseorang yang aku pun tidak tau siapa, maka ku tidak menggubrisnya. Karena yang membuat fokusku tertuju pada satu moment bukan itu Mas, tapi setelahnya.

Kamu turun dari motor, melakukan sesuatu yang entah apa aku juga tidak memberikan celah memori di mimpiku untuk menyimpannya.. Ah, jika saja mimpi bisa direkam dan diputar ulang untuk bisa dinikmati saat sudah terjaga di dunia nyata. Setelah turun dari motor dan sedikit sibuk, kamu sempat melihatku. Lantas kamu menyiapkan sesuatu. Aku hanya bisa memperhatikanmu sembari duduk saat itu.

Lalu Mas, kamu saat itu, benar-benar kemudian memberiku seikat mawar. Bouquet. Indah sekali susunannya. Kau menyodorkannya padaku. Lengkap dengan ucapan, juga puisi yang kau senandungkan untukku. Langsung di depanku, di hadapanku. Sempurna dengan lututmu yang kau tekuk itu, yang berhasil membuatku tak berkedip karena aku tau itu hanya semu. Namun meskipun semu, maya, tidak nyata, mimpi, apapun sebutannya yang aku sadar akan hal itu, aku tidak mau memejamkan mataku sekejap pun Mas. Karena ketika kita berkedip dalam mimpi, biasanya kita akan kembali terbangun.
Jujur aku tidak mau kehilanganmu (lagi). Dan aku pagi tadi benar-benar ingin melanjutkan apa yang terjadi disana setelahnya. Melanjutkan nasib hidupku di alam mana entahlah itu, bersamamu. Tapi sekuat apapun aku mencoba, takdir memaksaku ditarik oleh sesuatu Mas. Meninggalkanmu disana. Aku sungguh menangis saat ditarik, sadar akan kehilanganmu lagi. Dalam hati memohon agar tetap bisa disana bersamamu. Iya, aku terbangun Mas. Dan aku belum memberikan jawaban saat kau berpuisi, karena kamu pun belum sempat memberikan tawaran, sementara aku terlanjur dibawa pergi.

tumblr_nszoexp4bX1t4xwcjo1_500

Taken from: Pinterest

Menyapamu dengan Cara Lain: Melalui Angin

Apapun itu, puisimu indah sekali, Mas. Sayangnya aku tidak sempat mencatat tiap barisnya di ingatan dalam mimpiku. Tapi aku sungguh bersyukur. Berterimakasih padaNya karena masih berkenan membiarkanmu hadir di bunga tidurku dengan segala ungkapan kasih sayangmu, Mas. Membuat lantunan doa syahduku semakin deras untukmu yang membuat aku masih saja terbalut rasa dan rindu. Terlepas dari bagaimana perasaanmu padaku saat ini.

.

.

Mas, kamu tau? Kini pun aku diberi kesempatan olehNya untuk kembali menikmati cinta dalam diam. Iya, cinta rahasia. Cinta gila yang gebunya tak dapat kusampaikan langsung pada siapa yang dicinta. Melainkan lewat doa. Sedikit menyiksa, Mas. Namun sungguh tidak terpaksa. Aku masih merasa nyaman dengan bisa mensyukurinya. Mensyukuri bahwa aku masih sebagai manusia, punya perasaan meski tanpa daya. Tau diri dengan bisa mengendalikan diri sepenuh upaya.
Dan lagi-lagi kusampaikan maaf, maaf jika itu masih kamu. Namamu.
Maka Mas, kini aku pun hanya bisa menitip salamku lewat angin. Yang semoga tidak riuh ketika bergesekan dengan kulitmu. Yang kusemogakan tetap sepoi, tetap halus saat melewati wajahmu. Tetap santun menjaga gerakannya saat menujumu. Iya, itu salah satu caraku menyapamu. Cara lain? Banyak Mas sebenarnya. Tapi aku khawatir nanti jika kamu membaca tulisan ini, kamu jadi risih untuk keluar rumah, karena setiap gerak semesta digantungi oleh salam dan sapaanku. Maka, cukup itu dulu saja ya yang kusampaikan. 😊

.

.

Mas, semoga kamu bahagia selalu. Baik-baik disana, dimanapun kamu. Dan semoga selalu dalam penjagaan terbaikNya (aaamiin) 😇💕

Aku, yang masih dalam rindu yg sama untuk sebuah nama di bumi manusia: Putra.

20190822_185847

~SNH

 

Sebuah Kisah Klasik

camera evelyn

Taken from: Pinterest

🎧 Bersenang-senanglah

Kar’na hari ini yang ‘kan kita rindukan
Di hari nanti

Sebuah kisah klasik untuk masa depan🎶🎶 🎶

Kehilangan sebelum Waktunya

Tepat tujuh puluh satu senja saya lalui, semenjak satu kisah pahit disisipkanNya di jalanku di bulan Juni tahun ini. Sisa-sisa senyum itu masih saja membekas. Entah yang lainnya menguap kemana. Saya yang sampai sekarang belum paham alasan dari perginya hanya bisa menyampaikan kabar pada angin senja yang lewat di depan muka. Melalui tatap mata.
.

.

“Kamu salah paham!”jerit saya tanpa suara kala itu.

“Berisik,” sahutnya dalam imaji ini.

Visual spontan tergerak ke atas. Lantas saya terpaku menatap langit biru yang terlihat sedang mencemooh saya dengan senyum palsu. Pun para awan, berarak riang di atas dengan tetap menyenandungkan nada syahdu. Hah~
Membuat waktu begitu lengang berlalu. Membuat keenam indera saya juga seperti tak ada fungsi di beberapa hari. Mati.
.

.
Seketika blur. Seketika tergugu. Raga disini, tapi bayangan entah melayang kemana. Saya, tidak bisa berbohong. Masih dengan rasa yang sama. Tapi saya, memilih memendamnya. Termasuk sapaan untuknya setiap kali wall handphone dihiasi oleh notifikasi tentangnya.

Hi! Apa kabar kamu? Semoga baik-baik saja ya dengan sekitarmu. Termasuk dengan dirimu.
Makan yang teratur. Kamu butuh banyak tenaga. Tapi kalau lagi ga mood gapapa. Tapi tetep harus makan. Nanti biar Allaah yang ngingetin jadwal makan kamu yang kadang semaumu itu. Karena saya yang dulu sempat berperan sebagai pengingatmu kini tidak terlalu berani untuk mencari, lantas mengingatkanmu seperti ini.
Yang lebih urgent lagi, minum yang banyak. Aktivitasmu banyak sekali. Saya masih khawatir kamu lalai dengan kesehatanmu sendiri. Pengen rasanya ngalarm kamu tiap 2 jam gitu biar ga dehidrasi. Tapi sepertinya saya sudah kehilanganmu sebelum waktunya. Jadi biar Allah aja yang ngingetin kamu biar ga alpa.
Oh ya, ternyata ada yang lebih urgent. Semoga iman kamu lebih tebal lagi, dan ibadah-ibadah kamu jadi lebih meningkat dan membekas di hati. Hatimu sendiri, karena hati yang disini mungkin sudah terbuang dari hati yang disitu. Dan lagi-lagi, biar Allah aja ya nanti yang mengingatkanmu soal ibadahmu.” #emojisenyum

Sapaan yang terlalu panjang untuk dibaca ya? Siapa pula yang sudi menggubrisnya?
“Mmm? Sopo kowe?” Mungkin akan demikian jawaban setelah dia mendengarnya.
.
.
Rindu mendayu, cemburu mengalun tak tahu malu.

Hei! Kenapa juga masih ada rasa cemburu? Saya tak ada hak kan untuk punya rasa itu?
.
.
Rindu masih mendayu, cemburu tetap mengalun tak tahu malu, lantas disusul rasa curiga penuh tanya tentang: sedang dengan siapa dia saat tidak lagi bersamaku.

Heh! Apalagi sih ini? Siapa saya? Hanya sebongkah tanah yang diberi nyawa oleh Yang Maha Pemurah, dipeseni biar menjaga perasaan dengan hati-hati, eh malah brani-braninya bermain api. Sombong sekali manusia satu ini. Giliran tersakiti trus nyambat sambil nangis-nangis tanpa ada malu sama sekali. Mbok yo o sadar, apalah arti memiliki? Ketika raga dan hati yang terpampang di depan cermin ini pun sejatinya bukan milik sendiri.
Gitu juga masih pake lancang pula berdoanya.
Gusti~ mohon ampuni~

.

.

Bercakap seputar: antara rencana manusia dan rencana Tuhan.
Maka saya mengutip tulisan di buku berjudul “Rindu” –by Tere Liye. Bahwa hanya Allah yang tahu. Kita tidak bisa menebak, menduga, memaksa, merajuk, dan sebagainya. Itu hak penuh Allah.

Well. Saya tidak pernah meminta untuk patah. Sungguh itu sudah garis hidup dariNya yang harus saya lalui. Maka saya memang sudah seyogyanya melewatinya. Mungkin itu merupakan ujian dari doa-doa yang sudah kulangitkan, hibur saya pada diri. Hanya mungkin selama ini saya yang berusaha lari. Padahal saya pun tahu, bahkan sering menasehati, bahwa lari tidak akan mempertemukan kita pada solusi yang bisa memperbaiki.
OmaiGad… lihatlah manusia satu ini. Mungkin dia adalah perempuan paling munafik yang pernah ada. Sering merasa tahu padahal tidak banyak tahu (read: sok tahu), lantas sok-sokan ngasih nasehat, nyemangati, ngasih solusi, mencerahkan hati orang lain, tapi dia sendiri? Oh tidak, dia sendiri padahal tidak pandai menghibur batinnya sendiri. Hanya disodori kisah klasik yang pahit sedikit saja raganya sampai turut tumbang berhari-hari. Lemah sekali perempuan satu ini.

Sebuah Pesan Singkat : Broken Crayon still Colours

Wahai diri, berhentilah menunggu. Jangan sampai the broken crayon melapuk oleh waktu. Selak kebacut raiso dinggo mewarnai hidupmu, juga sekelilingmu. Kasihan orang-orang yang masih membutuhkanmu, dimana seharusnya mereka mendapatkan warnamu dari nasehat-nasehat dan dukungan terbaikmu, tapi malah kamu membuat suasana jadi ambigu, dan mereka berubah ragu, mempertanyakanmu.

Maka manfaatkan saja sisa raga dan batinmu yang patah itu. Segeralah ajak mereka untuk bergerak. Bukankah yang datang memang bisa pergi kapan saja jika itu di dunia..? Dan… hei, bukankah dalam hati kecilmu masih ada keinginan untuk memasuki sebuah surga?

Akhir Coretan Panjang Kali Ini

🎼 Buka kita buka hari yang baru
Sebagai semangat langkah ke depan
Jadi pribadi baru~
Buka kita buka jalan yang baru
Tebarkan senyum wajah gembira
Damai suasana baru~ 🎼🎵🎶🎶🎶

Jadi, piye? Ndang mupon, Nduk
Waktu masih terus berjalan dan berlalu. Masih dengan tega meninggalkan siapa saja yang lalai dari mengingatNya dalam senang maupun pilu. Jadi pastikan yang lalai itu bukan kamu. Okay?
#emojisenyum -yang dengan pede dipersembahkan melalui pict in frame di bawah ini

IMG-20190814-WA0010

Kind of my 01.30 a.m. || Taken at: Teleng Ria, Pacitan, Jawa Timur

Semoga perasaan segera better

~S.N.H

How Could this Happen to Me (?)

Masih ada waktu yang lebih kekal
Yesterday… Kemarin malam tepatnya… Ada seseorang yang sedang bersedih hati. Dia bercerita padaku. Chatting. Banyak sekali hal. Begitu banyak. Sampai aku sendiri tak punya jeda waktu bahkan untuk berkomentar tentang ceritanya, apalagi memberinya solusi. Dia menyuruhku untuk mendengarkannya terlebih dahulu. Ya, aku pun setia menjadi pendengar baiknya.
Cerita demi cerita kudengar. Aku seakan merasakannya dalam bayangan pendengaranku. Dan setelah beberapa cerita tersalurkan ke telingaku aku tersentak. Sentakan dari salah satu part cerita yang mungkin memang sebagai puncak permasalahannya. Klimaks. Hingga tak tahu bagaimana harus berbuat. Penyesalan demi penyesalan yang sangat terasa ketika teringat kenapa dia melakukan ini-itu, kalimat “seandainya”, kemudian menjalar ke bagian menyalahkan yang lain dimana akhirnya dia menyalahkan takdir. Takdir adanya orang-orang yang memang diberikan Tuhan untuk mengisi hari-harinya itu dengan perannya masing-masing, dimana ia sampai ingin semua yang saat ini sedang ia anggap sebagai “perusuh” hidupnya itu lenyap, tak ingin ada di sekitar mereka. Dan ia hanya bisa menangis karena tak dapat berbuat apa-apa. Ya, tak dapat berbuat apa-apa. Ketika merasa terlalu lemah untuk menyerang, padahal seharusnya bisa membalas. Ia tak ingat bagaimana alur cerita orang-orang yang berhasil membuat kacau harinya itu bisa melakukan hal-hal yang tak diinginkannya. Yang pasti helaan nafas panjang menandakan ia benar-benar dibuat putus asa. Nyaris, entah sampai mana kenyarisan itu. Sedikit agak jauh mungkin.
Aku pun hanya bisa menatapnya. Hingga dia mempersilakanku berkomentar dan memberikan solusi terbaik. Aku masih berpikir keras bahasa apa yang kiranya bisa kuberikan padanya, setidaknya untuk meredam egonya terlebih dahulu. Kemudian aku berkata,”Kamu hidup dimana sih?”
“Heh? Maksudnya?”
“Ya kamu itu sekarang hidupnya ada dimana? Mudeng?”
“Engga. Em..bumi gitu maksudnya?”
“Hehe iya. Nah kan hidup di bumi cuma bentar, inget aja waktu perbandingan antara bumi dan langit. Cuma beberapa menit di bumi tuh.. Sabar bentar…”
“Emang dipikir ga kerasa lama apa kalo njalanin. Kaya ga pernah dapet masalah yang besar aja kamu”
“Istighfar…” (sambil kasih emot senyum)
“Trus gimana…”
“Em… kamu pernah denger ga sih bedanya orang sabar dengan orang yang suka marah-marah, memaksakan kehendak, membalas, dsb?”
“Ya beda lah. Kan sabar diem aja, ngalah, tapi.. Ah malesin! Capek tau sabar terus. Udah ga mempan yo kalo nasehatin nyuruh sabar doang tuh.”
(emot ketiwi) “Iya, iya.. yaudah gini deh, aku kasih tau aja nih ya.. Kalo orang sabar itu secara ga sengaja udah memohon pada Tuhan untuk membalas lhoh. Nah, kalo orang yeng kedua tadi tuh, orangnya ibarat maksain kehendak tanpa ridhoNya. Kalo aku sih pilih yang pertama. Udah dapet pahala sabar, trus dapet bonus pembalasan otomatis lagi dariNya ^_^ ”
“Em.. Gitu ya? Emang pasti dibales ya?”
“Ya iya.. Tapi ya perkara Tuhan mbalesnya gimana ya terserah Dia.. Yang penting kita yakin aja dulu.. Gimana? Mau?”
“Hemt..”
“Tapi ga perlu doain yang jelek-jelek, ga perlu mohon-mohon juga biar dibales sejelek-jeleknya, hehe..”
“Kenapa? Kan aku korban”
“E-e-e, Siapa sih yang ga pernah melakukan kesalahan? Siapa juga sih yang ga pernah merasa terdzalimi? Pasti kita semua pernah mengalaminya kan? Nah… Mungkin dia sedang stress, atau ada faktor lain juga yang bikin dianya bersikap kaya gitu”
“Ya itu masalahnya dong, kalo stres ya gausah lampiasin ke orang lain gitu lhoh..”
“Ya itu dia masalahnya buat kamu, kan kamu jadi korban kan hehe”
“Hash…”
“Ya sekarang gini, kalau kamu berhasil dibuat nge-down sampe malas memikirkan hal-hal lain yang lebih penting tuh sama mereka-mereka, bukannya mereka malah berhasil? Bersuka ria tuh mereka di hatinya bisa menang melawan kamu. Kamunya kan ngalah tuh, nah biar impas, pakenya pedang sabar aja.. Aku kutip kalimat dari temenku ya.. “Tidak semua pertanyaan harus dijawab dan tidak semua hal harus ditanggapi bukan?” tuuuh… jawab coba, iya, atau engga?”
“Iya sih.. (emot senyum)
Ya. Kalimat penghibur coba kusiramkan ke hatinya, agar tertutup api yang terlalu besar membara padanya saat itu. Entah apa yang kemudian dirasakannya tapi semoga hati dan imannya kuat kembali. Dan chatting pun berhenti dengan saling mengucap salam “mesra”.
Memang. Tidak semua pertanyaan harus dijawab dan tidak semua hal harus ditanggapi. Sungguh. Masih banyak hal yang bisa kita lakukan selain meratapi nasib. Ingat kan firman-Nya, yang artinya berbunyi “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran
Maka biarkan… Biarkan saja… Masalah ada memang untuk dihadapi. Kunyah saja perlahan sedikit demi sedikit masalah itu dengan lembut. Jika memang masalah itu masih terasa amat dan sangat berat untuk dikunyah, tak habis-habis dan malah semakin pahit karena tak kunjung bisa ditelan, maka beristirahatlah sejenak. Lihat ke belakang, tanya pada diri sendiri apa sih yang salah sampai-sampai masalah seberat itu datang? Kalau memang selama ini proses hidup kita dirasa sudah ada di jalan-Nya, benar dan jujur prosesnya, maka bisa jadi memang teman-teman kita atau orang-orang di sekeliling kita dihadirkan untuk menguji seberapa besar dan kuat keyakinan kita pada kuasa-Nya atas diri kita. Maka ketika diri sudah sampai puncak ego negatif, menganggap orang lain sebagai “perusuh” hidup, istighfarlah. Lalu? Ya sudah, sabar saja, biarkan dulu. Toh harga diri juga tidak ditentukan oleh perkataan orang. Ibarat “biarkan anjing menggonggong dan kabilah tetap berlalu”. Tapi bukan berarti lantas tak peduli dengan masalah itu lho yaa. Masalah tetap harus diselesaikan agar tak menjadi PR hidup kita. Agar tenang tak ada tanggungan. Pendapat berseberangan itu wajar, namanya juga manusia. Maka berpendapatlah sebatas apa yang kita butuhkan untuk menanggapinya. Luruskan niat dulu, bukan untuk mendebat agar menang melainkan untuk menyelesikan masalah itu sendiri. Sekedar itu. Bismillaah yaaa… 🙂

Well. Terimakasih untuk kisah yang diceritakan padaku, itu sangat membuatku bisa memetik pelajaran yang banyak dan membuatku semakin ingin belajar dari pengalaman orang lain dalam menghadapi sesuatu. Pesan saya, ingat kembali tujuan hidup. Pertahankan amal baik dan tingkatkan ibadah. Ingatlah, amal baik tak akan sia-sia. Dan untuk muhasabah, ingatlah akan kematian. Sesungguhnya kematian akan membawa kedamaian ketika masalah yang sangat besar menimpa kita. Ia pun bisa menjadi “pengontrol” hati kita ketika kita sedang dalam keadaan senang yang jika kita senang kita biasanya lupa akan siapa yang memberi kesenangan itu.
Ibn al-Jauzi berkata, “Jika manusia tahu bahwa kematian akan menghentikannya dalam beraktivitas, maka dia pasti akan melakukan perbuatan dalam hidupnya yang pahalanya terus mengalir setelah dia mati” (Ibn al-Jauzi, Shaid al-Khathir, juz I, h.22)
Yosh! Selamat belajar mengendalikan perasaan. Bijaksanai kehidupan dan selamat berproses menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu. Semoga bermanfaat ^_^

S.N.H